Krisis Pemulia Tanaman, Ancaman Serius Ketahanan Pangan Indonesia 2050

irwan
Pemulia tanaman sedang memeriksa kondisi tanaman. Foto: Ist

PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan. Tahun 2050 diprediksi menjadi titik krusial: populasi melonjak, sementara lahan makin terbatas dan iklim kian tak menentu. Untuk mampu memberi makan seluruh penduduk, Indonesia harus menggandakan produksi pangan dari kondisi saat ini.

Kuncinya ada pada satu profesi yang sering terlupakan: pemulia tanaman — para ilmuwan di balik terciptanya varietas padi unggul, jagung tahan kering, hingga sayuran berproduktivitas tinggi.

“Peran pemuliaan tanaman sangat sentral terhadap peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian,” tegas Prof. Muhamad Syukur, Ketua Umum Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI).

Revolusi Hijau dan Ancaman Baru

Sejarah mencatat, revolusi hijau dimulai dari tangan-tangan pemulia yang menciptakan varietas gandum dan padi berumur pendek, produktif, dan tahan penyakit. Namun kini, perubahan iklim mengancam capaian itu. Riset memprediksi produktivitas padi di Asia Tenggara dapat turun 10–20 persen bila tidak diimbangi inovasi adaptif seperti varietas tahan kekeringan dan banjir.

Sayangnya, Indonesia kekurangan tenaga pemulia tanaman secara drastis.

“Idealnya, satu pemulia melayani sekitar 3.000 petani. Dengan 30 juta petani, kita butuh 10 ribu pemulia. Tapi saat ini yang terdaftar resmi hanya sekitar seribu, dan yang benar-benar aktif mungkin hanya seperempatnya,” ungkap Prof. Syukur.

Kurangnya Minat Generasi Muda

Minimnya minat generasi muda memperparah situasi. Bidang pemuliaan dianggap sulit, butuh waktu panjang, dan tak menjanjikan imbalan menarik. Padahal, pekerjaan ini membutuhkan keuletan, pengetahuan genetika dan statistik, serta idealisme tinggi.

“Insentif dan penghargaan bagi pemulia belum sepadan dengan kontribusinya,” ujar Prof. Syukur. Ia mendorong pemerintah membuka kembali formasi dosen dan program studi S1 pemuliaan tanaman, serta memperluas magang di industri benih agar lulusan siap kerja.

Harapan Baru dari Ajang Penghargaan

Salah satu upaya membangkitkan semangat adalah melalui Indonesian Breeder Award (IBA 2025) yang akan digelar November 2025. Ajang ini akan memberikan penghargaan kepada individu dan lembaga yang berinovasi dalam bidang varietas, teknologi pemuliaan, dan sumber daya genetik berdampak luas bagi pertanian nasional.

“IBA 2025 diharapkan jadi momentum kebangkitan para pemulia,” tambahnya.

Riset yang Tak Boleh Putus

Selain kekurangan SDM, masalah klasik lain adalah pendanaan riset yang tidak berkelanjutan. Proyek pemuliaan memerlukan waktu panjang, namun para peneliti kerap harus mencari dana baru tiap tahun. Akibatnya, program terhenti sebelum menghasilkan varietas siap pakai.

Pakar agribisnis dan Guru Besar IPB University, Prof. Bayu Krisnamurthi, menegaskan, “Riset pemuliaan tanaman adalah investasi jangka panjang. Kita harus menciptakan ekosistem yang menarik bagi investasi riset masuk ke Indonesia.”

Pemulia, Pahlawan Benih Indonesia

Ketahanan pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga akses masyarakat terhadap pangan bergizi di tengah perubahan lingkungan. Karena itu, mendukung riset pemuliaan tanaman bukan pilihan, melainkan strategi kedaulatan bangsa.

“Kalau kita ingin kedaulatan pangan, kita harus menghargai pemulia sebagai pahlawan benih — karena dari merekalah masa depan pangan Indonesia tumbuh,” tutup Prof. Syukur. ***

 

Editor : Iwan Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network