PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Berikut deretan hak istri yang wajib dipenuhi suaminya. Untuk para suami, jangan pernah menganggap remeh soal mahar dan pemberian nafkah.
Jika suami lalai, maka akan menjadi awal konflik dalam rumah tangga. Umumnya, percikan konflik dalam rumah tangga seringkali berakar dari diabaikannya hak-hak istri atau suami oleh pasangan mereka. Ada hak-hak yang tidak ditunaikan, salah satunya adalah soal hak-hak istri tersebut.
Padahal Allah Ta'ala telah berfirman : وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf.” (QS al-Baqarah: 228)
Lantas, apa saja hak-hak istri yang mesti ditunaikan suami? Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi rahimahullah menyatakan dalam tafsir ayat di atas bahwa para istri memiliki hak yang harus ditunaikan suaminya sebagaimana suami memiliki hak yang harus dipenuhi oleh istrinya.
Hakim bin Mu’awiyah meriwayatkan sebuah hadis dari ayahnya, Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu anhu. Ayahnya berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami yang wajib ditunaikan suaminya?”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan dan engkau beri pakaian apabila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya[1], dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Daud)
Dinukil dari kitab "Shifat A-Zauf Ash-Salih wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi menjelaskan, beberapa hak yang dimiliki seorang istri terhadap suaminya, di antaranya, mendapatkan mahar, digauli suami dengan akhlak mulia, diberikan nafkah, diberikan tempat tinggal dan suami wajib berbuat adil kepada istri-istrinya.;
Berikut deret hak istri yang wajib dipenuhi suami
1. Mendapat mahar
Mahar ini hukumnya wajib dengan dalil ayat Allah Ta'ala,
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةً “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS An-Nisa: 4)
فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً “Berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (QS An-Nisa: 24).
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah dalam keadaan tidak memiliki harta, “Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “(Ulama) kaum muslimin telah bersepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.”
Mahar merupakan milik pribadi si perempuan. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain (ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka) tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si perempuan.
Allah Ta'ala mengingatkan, وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٍ مَّكَانَ زَوۡجٍ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيًۡٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنًا وَإِثۡمًا مُّبِينًا
“Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain, sedangkan kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak, janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata?” (QS An-Nisa: 20)
2. Suami harus bergaul dengan istrinya dengan akhlak mulia
Allah Ta'ala berfirman, وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيًۡٔا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرًا كَثِيرًا
“Bergaul lah kalian dengan para istri secara patut. Apabila kalian tidak menyukai mereka, bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa: 19).
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. at-Tirmidzi )
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat dalam surah an-Nisa di atas, menyatakan, “Maksudnya, perindahlah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) serta perbaguslah perilaku dan penampilan kalian sesuai kemampuan.
Sebagaimana engkau menyukai apabila ia (istri) berbuat demikian, engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah azza wa jalla berfirman dalam hal ini, وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
"Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS Al-Baqarah: 228) Baca juga: Memuliakan Istri, Menjaga Amanah Allah Ta'ala
3. Mendapat nafkah dan pakaian
Hak mendapat nafkah dan pakaian ini ditunjukkan dalam Al-Qur’an, لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ
“Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya. Barang siapa disempitkan rezekinya, hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya.” (QS ath-Thalaq: 7)
وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ “Dan kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS Al-Baqarah: 233)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat dalam surah al-Baqarah di atas menyatakan, “Maksud ayat ini ialah seorang ayah wajib memberikan nafkah kepada para ibu yang melahirkan anak-anaknya serta memberi pakaian dengan makruf.
Artinya, sesuai dengan kebiasaan yang berlangsung dan yang biasa diterima/dipakai oleh para wanita semisal mereka, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa meremehkan, sesuai dengan kemampuan suami dalam hal kelapangan dan kesempitannya.”
4. Diberi tempat tinggal
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ “Bergaullah kalian dengan para istri secara patut.” (QS An-Nisa: 19)
Termasuk pergaulan baik seorang suami kepada istrinya yang dituntut dalam ayat di atas ialah suami menempatkan istrinya dalam sebuah tempat tinggal.
Di samping itu, seorang istri memang mau tidak mau harus punya tempat tinggal agar dapat menutup dirinya dari pandangan mata manusia yang tidak halal melihatnya.Tentunya tempat tinggal disiapkan sesuai kadar kemampuan suami sebagaimana pemberian nafkah.
5. Wajib berbuat adil di antara para istri
Apabila seorang suami memiliki lebih dari satu istri, dia wajib berlaku adil di antara mereka. Berbuat adil yang dimaksud ialah dalam hal memberikan nafkah yang sama, memberi pakaian, tempat tinggal, dan waktu bermalam.
Keharusan berlaku adil ini ditunjukkan dalam firman Allah Ta'ala, فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ
“Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Namun, jika kalian khawatir tidak dapat berbuat adil di antara para istri, nikahilah seorang wanita saja atau dengan budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat bagi kalian untuk tidak berbuat aniaya.” (QS An-Nisa: 3)
Dalil dari As-Sunnah antara lain hadis Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Beliau menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Siapa yang memiliki dua istri lantas dia condong (melebihkan secara lahiriah) kepada salah satunya, dia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan satu sisi tubuhnya miring/lumpuh.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Hadis di atas menunjukkan keharaman sikap tidak adil dari seorang suami, yaitu saat ia melebihkan salah satu istrinya dari yang lain.
Sekaligus hadis ini merupakan dalil wajibnya suami menyamakan di antara istri-istrinya dalam hal yang dia mampu untuk berlaku adil, seperti dalam masalah mabit (bermalam), makanan, pakaian, dan pembagian giliran.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul "5 Hak Istri yang Wajib Ditunaikan Suami, Nomor 3 Digauli dengan Akhlak Mulia".
Editor : Hikmatul Uyun