get app
inews
Aa Read Next : Mengemuka dalam Acara Halal Bihalal: Ivan Kuntara Bukan Calon Bupati Purwakarta!

[OPINI]: Berebut Posisi Jadi Pembisik ‘Ambu’ Anne Ratna Mustika

Selasa, 01 Agustus 2023 | 21:57 WIB
header img

Oleh: Tatang Budimansyah*

PERPISAHAN antara Dedi Mulyadi dengan Anne Ratna Mustika, bukan melulu bermakna keduanya tak lagi tidur dalam satu ranjang. Keduanya adalah public figure. Kita tahu, Dedi Mulyadi adalah anggota DPR RI yang juga youtuber yang cukup tersohor. Sedangkan Ambu, sapaan akrab Anne Ratna Mustika, saat ini menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Jawa Barat.

Tak heran Ketika Dedi dan Ambu resmi bercerai melalui Pengadilan Agama Purwakarta beberapa waktu lalu, keduanya resmi pula ‘bercerai’ dalam wilayah ideologi, pandangan politik, dan dalam menyikapi atau menjalankan kebijakan publik.

Dedi dan Ambu hanya sepaham dalam  hal mengurus anak-anaknya. Selebihnya, mereka ibarat air dan minyak. Siapa yang berperan sebagai minyaknya, Dedi atau Ambu? Itu tak penting. Yang pasti, mereka sekarang sudah mempunyai arah hidup masing-masing.

Suatu waktu saya berkesempatan melakukan wawancara mendalam dengan Ambu. Dulu, saat menjelang Pilkada Purwakarta 2018. Tepatnya beberapa pekan sebelum dia dan Aming terpilih menjadi pemimpin kabupaten ini.

Saat itu Ambu dengan lugas mengungkapkan bahwa Dedi Mulyadi yang saat itu masih menjadi suaminya, adalah sang guru politik.
Tanpa tedeng aling-aling perempuan asal Cianjur ini mengaku banyak belajar politik dari Dedi Mulyadi. Dan saat masa belajarnya belum khatam, mereka berpisah.
Dengan kata lain, apa yang didapat Ambu dari Dedi belum paripurna. Tanpa Dedi, Ambu dalam konteks politik, agak terseok-seok. Tak ada lagi sosok Dedi yang biasanya ada di belakang layar. Dulu saat mereka masih hidup Bersama, ada adagium bahwa secara de jure, Ambu memang Bupati Purwakarta. Tapi secara de facto, Purwakarta masih dalam kendali Dedi Mulyadi.

Sementara Ambu sudah telanjur menjadi seorang kepala daerah. Dia harus menjadi nakhoda bagi rakyat Purwakarta, dengan atau tanpa Dedi Mulyadi. Bagi Ambu saat ini, Dedi adalah masa lalu. Lantas, the show must go on!

Ambu harus membuktikan bahwa dalam memimpin Purwakarta, tak lagi berada di bawah bayang-bayang mantan suaminya itu. Malah jika perlu, simbol-simbol yang kental dengan personifikasi Dedi, dienyahkan atau dikubur dalam-dalam.

Sampai tahap ini, dalam menjalankan roda pemerintahan, wajar jika mantan Mojang Purwakarta ini memfungsikan diri sebagai sebuah tempayan. Dia menampung masukan dari berbagai kalangan berkaitan dengan berbagai bidang. Ini penting, agar perjalanannya menakhodai Purwakarta berjalan tanpa disertai batu terjal.  Ini lantaran pelajaran dari Dedi Mulyadi belum diterimanya secara paripurna, di saat Ambu harus menentukan arah kebijakan untuk Purwakarta.

Ini peluang emas bagi sejumlah figur untuk memanfaatkan tempayan itu. Mereka tampak berlomba memberi masukan. Figur-figur ini berasal dari berbagai kalangan. Tergantung disiplin bidang ilmu yang dipunyai mereka.

Ada yang memang dipilih Ambu karena dinilai kapabel. Tapi tak sedikit pula yang terkesan menawarkan diri. Sayangnya di antara para pemberi masukan ini (boleh juga disebut sebagai pembisik), terkesan terjadi kompetisi (Bahasa Sunda: Adu geulis).

Nuansa kompetitif tak terhindarkan karena masing-masing pembisik (entah itu sebuah kelompok atau individu), berjalan sendiri-sendiri. Tanpa saling berkoordinasi, apalagi komando. 

Tak jarang pada praktiknya satu pembisik dengan pembisik lain berbeda pandangan dalam sebuah persoalan yang sama. Satu sama lain memberikan masukan yang kontradiktif kepada Ambu.

Jangan heran kondisi ini membuat Ambu menjadi bingung, malah cenderung kelimpungan. Masukan atau pendapat yang mana yang mesti diterima. Padahal pada perkara tertentu, Ambu mesti mengambil keputusan secara cepat dan terukur.

Bicara soal sang pembisik, kondisi diperparah dengan dugaan adanya pembisik yang berada pada dua sisi. Di satu sisi, dia tampak menaungi Ambu, namun di sisi lain diam-diam dia adalah loyalis Dedi Mulyadi.

Pada saatnya kelak Ambu akan dipintarkan oleh waktu. Cepat atau lambat, dia akan lebih fasih menjalankan roda pemerintahan. Boleh jadi Ambu masih memerlukan pembisik. Tapi paling tidak, dia akan membaca mana masukan yang birilian dan mana masukan yang tak ubahnya seperti rongsokan. Dia juga kelak akan membaca mana pembisik yang bisa dipercaya, dan mana yang berada di dua kaki.

Tapi sebelum Ambu fasih menjadi seorang kepala daerah, masa jabatannya sebagai bupati akan segera rampung sebentar lagi. Tepatnya pada 20 September 2023.
Untuk kembali menjabat, Ambu harus ikut dulu dalam kontestasi Pilkada Purwakarta 2024. Seberapa besar peluang Ambu dalam pesta demokrasi kelak? Tergantung kehendak yang Maha Kuasa.***  

 
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi iNewsPurwakarta.id, tinggal di Purwakarta
    

   
 

 
 

Editor : Iwan Setiawan

Follow Berita iNews Purwakarta di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut