Ekspor Mandek, Pelaku Usaha Keramik Plered Rugi Ratusan Juta Akibat Tarif Impor AS
PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Pelaku usaha keramik asal Plered, Kabupaten Purwakarta, Jajang Junaedi (55), mengeluhkan kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia. Kebijakan tersebut membuat aktivitas ekspornya ke Negeri Paman Sam terhenti selama tiga bulan terakhir dan menimbulkan kerugian hingga ratusan juta rupiah.
"Biasanya kami kirim satu kontainer per bulan ke Los Angeles. Tapi sejak tarif impor 32 persen itu diterapkan, ekspor kami tertahan. Sudah tiga bulan tidak jalan. Nilai ekspor per kontainer bisa sampai Rp200 juta, artinya kami sudah rugi sekitar Rp600 juta," ujar Jajang, Kamis (10/7/2025).
Jajang, pemilik CV Gunung Cupu Karya Mandiri Abadi, menyebut kebijakan tarif tersebut sangat memberatkan. Ia mengatakan beban pajak yang lebih besar dari harga barang tidak mungkin ditanggung oleh eksportir maupun pembeli.
"Kalau dipaksakan, kami harus menurunkan harga. Tapi itu sangat merugikan karena biaya produksi juga tinggi, apalagi sebagian bahan baku seperti cat masih kami impor," jelasnya.
Kepala UPTD Litbang Keramik Plered, Mumun Maemunah, mengungkapkan bahwa saat ini lima kontainer keramik dari Plered masih tertahan dan belum bisa dikirim ke Amerika. Dua eksportir aktif di wilayahnya pun terpaksa menunggu kepastian dari pihak pembeli di AS.
"Produk mereka sudah siap ekspor, tapi pembeli menunda pembayaran dan pengiriman karena kebijakan tarif ini. Beban pajak tentu akan mempengaruhi harga jual dan perlu perhitungan ulang," kata Mumun.
Meskipun pasar lokal seperti Bali masih menjadi andalan, ekspor tetap menjadi sektor penting bagi sejumlah pelaku usaha keramik tradisional Plered. Para pengusaha berharap ada langkah diplomasi dagang antara Indonesia dan AS guna meredakan tekanan tarif tersebut.
"Kalau tidak ada perubahan, kami akan cari pasar lain seperti Korea. Tapi volumenya jauh lebih kecil dibanding Amerika," ujar Jajang.
Ia juga menyoroti ketimpangan daya saing dengan negara seperti Tiongkok dan Thailand yang sudah menerapkan teknologi tinggi dalam produksi keramik, sementara Plered masih mengandalkan kerajinan tangan (handmade).
"Kalau mau bersaing di pasar global, kami butuh dukungan nyata dari pemerintah. Minimal ada subsidi atau bantuan untuk penguatan teknologi produksi," tegasnya. ***
Editor : Iwan Setiawan