PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Musim kemarau akan berakhir, namun dampaknya masih dirasakan oleh masyarakat Purwakarta, Jawa Barat. Seperti, harga komoditas cabai di sejumlah pasar tradisional di kabupaten tersebut masih pedas.
Salah satunya di pasar tradisional Pasar Rebo yang berlokasi di Jalan Kapten Halim Purwakarta. Di pasar ini harga tertinggi harga cabai rawit merah, tembus Rp 100 ribu per kilogram. Sedangkan sebelumnya hanya Rp 60 ribu per kilogram.
" Ya, yang paling mahal harga cabai rawit merah, 100 ribu rupiah perkilogram. Harga cabai rawit merah juga naik, pokoknya cabai yang merah-merah harganya pada naik," ucap Badru, seorang pedagang sayuran, Senin (14/11).
Sedangkan harga cabai kriting merah, kata Badru, dijual Rp 80 ribu dari sebelumnya Rp 40 ribu rupiah per kilogram. Cabai rawit hijau juga dijual Rp80 ribu dari sebelumnya Rp 40 ribu per kilogram. Dan cabai hijau besar dijual Rp50 ribu dari sebelumnya Rp28 ribu per kilogram.
Selain cabai, Badru menjelaskan, harga bawang merah juga naik. Saat ini dijual Rp32 ribu dari sebelumnya Rp28 ribu perkilogram.
"Bawang putih juga naik, saat ini Rp40 dari Rp35 ribu, wortel jadi Rp20 ribu dari Rp 15 ribu dan timun saat ini Rp 12 ribu dari Rp 8 ribu perkiligramnya," ujar Badru menambahkan.
Badru menyebut, masih tingginya harga cabai dan sayuran, efek dari musim kemarau. Di sambung dengan jelang akhir tahun.
"Mungkin masih dampak kemarau. Meski sudah mulai turun hujan, para petani kan belum nanam. Kalau jelang tahun baru, itu mah pasti. Karena setiap jelang akhir tahun, harga-harga sayuran selalu naik," jelas Badru.
Mahalnya komoditas sayur mayur dikeluhkan oleh pembeli. Yati (40), salah satunya. Ia mengaku terpaksa mengurangi jumlah pembelian agar bisa mencukupi semua kebutuhan.
"Mahal banget, harga melonjak jadi bingung mau beli teh mikir dua kali dari harga biasa 30 sekilo kalo skg 60, biasa keriting 40, skg lebih mahal mau beli juga bingung soalnya belum beli yang lainnya, dikurangin aja, biasa sekilo jadi setengah kilo, kayak cengek skg 80 ribu biasa sekilo jadi se ons," ucap Yati.
Dikhawatirkan kenaika harga ini akan terus terjadi seiring dengan mendekati masa Natal dan Tahun Baru 2024. (**)
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait