Oleh: Tatang Budimansyah*
Anne Ratna Mustika dan Zaenal Arifin kembali berkompetisi pada Pilkada Purwakarta 2024. Ini merupakan tanding ulang (rematch) antara kedua kandidat tersebut.
SEDIKIT flash back, pada Pilkada Purwakarta 2018, tiga figur berkontestasi untuk menjadi Bupati Purwakarta. Mereka adalah Anne Ratna Mustika, Zaenal Arifin, dan Fadil Karsoma. Anne yang saat itu berpasangan dengan Aming, berhasil meraih suara terbanyak.
Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 2024 ini, Anne dan Zaenal kembali menjadi rival. Bicara dalam konteks dua sosok ini, apa yang membedakan antara Pilkada 2018 dengan Pilkada 2024?
Di 2018, keikutsertaan Anne dalam kontestasi politik, tak terlepas dari sosok Dedi Mulyadi, mantan suaminya. Saat itu Anne-Dedi masih berstatus sebagai suami istri.
Tak ada yang bisa menyangkal, kemenangan Anne saat itu tak terlepas dari peran Dedi Mulyadi. Publik Purwakarta mafhum bahwa Dedi Mulyadi merupakan sosok yang telah lama malang melintang di jagat politik.
Dengan bahasa lain, tanpa peran Dedi, Anne bukanlah apa-apa. Anne tak berurusan dengan masalah politik. Dari sisi kapabilitas pun, tak terlihat mencolok.
Setelah lima tahun berlalu, di Pilkada 2024 ini, dia kembali tampil tanpa dukungan Dedi. Malah, sekarang dia harus berkompetisi dengan Saepul Bahri Binzein, calon bupati yang disokong Dedi.
Tapi Anne sekarang bukanlah Anne lima tahun yang lalu. Dia sudah bertumbuh. Dia sudah banyak menyerap pengetahuan politik dari Dedi yang dianggapnya sebagai sokoguru politiknya.
Anne bukan lagi cuma sekadar istri sang politikus, tetapi dia sudah benar-benar terjun ke dunia politik. Ya, saat ini dia dipercaya menjadi Ketua DPD Partai Golkar Purwakarta.
Seiring dengan itu, kapabilitas Anne dalam mengelola pemerintahan, lambat laun menanjak. Belum lagi popularitas yang sudah melekat dalam dirinya selama dia menjabat sebagai bupati.
Jika pada 2018 Anne diprediksi menang karena ada Dedi di belakangnya, sekarang masih ada kans menang karena dia memiliki popularitas dan sedikit kapabilitas.
Popularitas Anne mengalahkan Binzein, Zaenal, dan Yadi. Itu menjadi modal baginya untuk memenangi Pilkada 2024. Bagi sebagian pemilih (utamanya yang berbasis emosional dan tradisional) popularitas merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan pilihan. Popularitas bisa menaikkan elektabilitas.
Tantangan bagi Anne adalah semampu apa dia meyakinkan para pemilih rasional agar menjatuhkan pilihan kepadanya. Selama tiga bulan ke depan sebelum hari pencoblosan, Anne harus menjawab tantangan itu dengan visi dan gagasan brilian yang ditawarkan. Bukan melulu mengandalkan slogan ‘cantik’.
Selain modal popularitas, dua partai yang mengusungnya pun dipastikan akan bekerja all out. Anne beruntung karena diusung oleh dua parpol besar, yakni Golkar dan PDIP.
Zaenal Arifin menjadi salah satu pesaing Anne di Pilkada 2024. Duel ulang ini tentu akan melahirkan keseruan. Anne akan mempertahankan diri sebagai juara bertahan, sedangkan Zaenal berupaya merebut posisi Anne.
Pilkada Purwakarta bukan pertarungan head to head. Selain Anne dan Zaenal, ada Binzein dan Yadi. Keduanya jangan dianggap remeh. Binzein punya gerbong yang mengangkut para loyalitas Dedi Mulyadi. Sedangkan Yadi gencar mengangkat isu soal putra daerah.
Pada Pilkada 2018, Zaenal Arifin maju melalui jalur perseorangan, alias tanpa parpol politik. Sekarang, Zaenal diusung PKB dan PPP, serta Partai Gelora sebagai partai nonparlemen.
Kekalahannya pada Pilkada 2018, tentu saja membuat Zaenal lebih siap, cermat, dan taktis di Pilkada tahun ini. Zaenal punya investasi suara yang dia peroleh di pilkada 2018. Dia harus mampu me-maintenance agar para pemilihnya dulu, tak beralih dukungan ke calon lain.
Sekali lagi, Pilkada Purwakarta 2024 bukan pertarungan head to head. Ada empat pasangan calon yang bertarung. Untuk memenangi kontestasi, Zaenal bukan saja harus unggul suara dari Anne, tetapi juga harus mengalahkan Yadi dan Binzein.
Zaenal dikenal sebagai sosok yang agamis. Ini menjadi keuntungan baginya dalam menyasar kalangan santri. Terlebih, Zaenal berpasangan dengan Sona Maulida, Ketua DPC PKB Purwakarta.
Sepintas, Zaenal lebih visioner dari Anne. Tapi, bukan berarti itu memuluskan jalannya menuju kemenangan. Sebab, untuk menjadi pemenang, banyak faktor yang memengaruhinya.
Untuk menyasar pemilih tradisional dan emosional, pasangan Zaenal-Sona harus ekstra keras menaikkan popularitasnya agar bisa menyaingi popularitas Anne.
Di samping itu, PKB, PPP, dan Gelora harus memastikan kadernya masing-masing agar tetap dalam lingkaran yang solid.
Yang tak kalah penting adalah harus selektif dalam membentuk tim pemenangan. Sebab sepanjang pengamatan, tim pemenangan atau biasa disebut tim sukses (timses), biasanya terdiri dari banyak tipe.
Ada timses yang memang bergerak secara suka rela untuk Purwakarta yang lebih baik, namun banyak pula yang oportunis dan cenderung transaksional.
Jadi, jika ada pertanyaan, siapa dalam rematch ini yang lebih unggul, Anne atau Zaenal? Jawabannya, tergantung bagaimana keduanya mampu meyakinkan hati masyarakat Purwakarta.
Selain itu, secerdas apa masing-masing parpol pengusung menggerakkan organ-organnya. Bisa jadi kelak Anne yang unggul, atau sebaliknya.
Tapi tak menutup kemungkinan keduanya dikalahkan oleh Yadi atau Binzein. Kita kembalikan saja kepada Allah SWT.***
*Penulis adalah Pimpinan Redaksi iNewsPurwakarta.id
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait