PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id – Komunitas Peduli Purwakarta (KPP) meragukan independensi lembaga Lingkar Survei (LSI) Network Denny JA. KPP menilai bahwa hasil survei akan tergantung dari siapa yang memesan dan membayarnya.
“Susah untuk dipercaya bahwa survei itu independen, kan tergantung dari siapa yang menyuruh dan siapa yang membayarnya. Misalnya pasangan A menyuruh survei, ya pasti yang lebih tinggi hasilnya adalah pasangan A itu karena pasti dia yang membayarnya,” ujar Ketua KPP Munawar Kholil, Sabtu (14/9/2024).
Pernyataan Kholil tersebut menanggapi rilis hasil survei LSI tentang tingkat elektabilitas empat pasangan bakal calon di Pilkada Purwakarta. Hasil survei tersebut menempatkan pasangan Saepul Bahri Binzein-Bang Ijo unggul di posisi teratas.
Kholil juga mengomentari pernyataan Direktur Eksekutif Citra Komunikasi Lingkar Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah. Seperti diketahui, Toto mengungkapkan bahwa calon yang memiliki elektabilitas dengan tren turun, biasanya akan terus menurun.
Dalam siaran pers tertanggal 11 September 2024, Toto menyebutkan bahwa tak mudah bagi kandidat yang punya tren turun untuk rebound.
“Ini sama seperti terjadi pada Ganjar Pranowo di Pilpres. Dari sebelumnya memimpin di atas Prabowo, tapi berikutnya turun dan terus menurun sampai ke 16 persenan. Perlu kerja ekstra agar pasangan Anne Ratna–Budi bisa rebound,” ungkap Toto.
Menanggapi hal itu, Kholil mengatakan bahwa lembaga survei sejatinya hanya boleh mempublikaiskan hasil surveinya.
“Mereka (lembaga survei) tak boleh beropini si A akan menang, si B susah menang, atau si C akan kalah. Lembaga survei hanya menjelaskan hasil surveinya dengan metode yang mereka gunakan. Yang boleh beropini itu adalah pengamat,” ujar Kholil.
Dikatakannya bahwa survei tidak meliputi semua komponen atau golongan masyarakat. “Kemungkinan yang disurvei itu hanya kelompok masyarakat tertentu. Misalnya kelompok masyarakat milenial atau masyarakat pedesaan. Belum tentu mencakup keseluruhan golongan masyarakat walaupun dengan random,” imbuhnya.
Kholil menambahkan, hasil survei memang bisa dinamis. “Tak menutup kemungkinan calon yang tadinya berdasarkan hasil survei berada di urutan ketiga, keempat, atau bahkan lebih rendah, bisa melejit setelah ada kepastian dengan siapa pasangannya saat mendaftar ke KPU,” katanya.
“Anne bisa saja (elektabilitasnya) tergeser oleh paslon lain karena figur yang menjadi pasangannya. Waktu itu Ane surveinya bagus, tapi belum ada pasangan. Ketika daftar ke KPU, lembaga survei kan tidak mensurvei sendiri, tapi dengan pasangannya. Jadi, pasangannya juga bisa berpengaruh terhadap hasil survei,” ujar Kholil.***
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait