"Dan jika menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due proces?," sambungnya.
Lebih lanjut Sunan Bendung mengatakan, hal ini juga berkaitan dengan prinsip tiada proses tanpa prosedur yaitu prinsip hukum yang mensyaratkan bahwa bukti-bukti yang diperoleh haruslah didapatkan dengan cara yang benar menurut hukum. Namun jika cara mendapatkan alat bukti bertentangan dengan hukum maka bukti yang diperoleh secara tidak sah/inkonstitusional tidak dapat digunakan sebagai bukti yg diartikan sebagai bukti yg ternodai (tainted evidence). Termasuk derivative eviden (bukti yg tidak orisinil), dalam hal ini melekat pada bewijs veoring yaitu berkenaan dengan keabsahan mendapatkan alat bukti.
"Kapasitas saya sebagai ahli, yang saya sampaikan berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki, menerangkan berdasarkan KUHAP dan Perkapolri nomor 6 tahun 2019, tentang menejemen penyidikan. Tentang prosedur menyangkut bagaimana cara mendapatkan alat bukti agar alat bukti itu dapat diterima sebagai bukti, termasuk didalamnya tentang bagaimana keharusan di dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, sebagaimna yang ditentukan dalam literasi ilmu pengetahuan, asas asas hukum maupun dalam ketentuan hukum yang berlaku saat ini" kata Sunan Bendung.
Dia menambahkan, alat bukti yang bisa digunakan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, harus didapatkan sesuai prosedur.
"Bahwa prosedur menentukan kualitas sebagai alat bukti itu sendiri. Bukti yang relevan tetapi cara mendapatkannya tidak prosedural, maka alat bukti itu tidak dapat diterima sebagai alat bukti dan harus dikesampingkan (exklusionary rule) juga disebut sebagai alat bukti unlawfull legal eviden," ujarnya.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait