PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Ketua Komunitas Madani Purwakarta (KMP), Zaenal Abidin, menyoroti hilangnya Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) senilai Rp71,7 miliar yang seharusnya disalurkan ke desa-desa pada tahun anggaran 2016 hingga 2018. Menurutnya, dana tersebut tidak pernah diterima oleh desa dan hingga kini belum jelas ke mana perginya.
“Ini bukan sekadar keterlambatan. Ini penghilangan hak desa. Jangan alihkan isu dengan menyebutnya sebagai 'sisa hutang DBHP'. Itu istilah menyesatkan dan tak punya dasar hukum,” tegas Zaenal dalam pernyataan resminya.
Pembayaran "Siluman" di 2019–2020?
Di masa pemerintahan Bupati Anne Ratna Mustika (ARM), sebagian DBHP kemudian dibayarkan kembali pada tahun anggaran 2019–2020. Namun, Zaenal mempertanyakan keabsahan sumber dana tersebut.
“Pertanyaannya: dari mana dana itu diambil? Apakah melalui mekanisme yang sah, atau justru hasil pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPRD? Ini harus dibuka secara transparan,” ujarnya.
Menguak Klaim ‘Hutang DBHP’: Manipulatif dan Tidak Berdasar
Klaim yang menyebut pembayaran 2019–2020 sebagai "pelunasan sisa hutang DBHP" dianggap sebagai pengaburan fakta dan pelecehan terhadap hukum keuangan daerah.
Zaenal merinci alasan klaim tersebut tidak sah:
Tidak ada keputusan DPRD yang menyetujui penundaan DBHP 2016–2018.
Tidak ada krisis fiskal atau force majeure yang membenarkan penundaan penyaluran.
Tidak tercatat dalam perubahan APBD 2016–2018 sebagai dana yang dialihkan atau ditangguhkan.
Berdasarkan UU No. 33/2004 dan PP No. 12/2019, DBHP adalah hak desa tahunan, bukan pinjaman atau utang yang bisa dibayar lintas tahun.
"Kalau ada istilah 'hutang DBHP', itu cuma akal-akalan untuk menyamarkan potensi korupsi. Padahal jelas, kalau ada kerugian keuangan negara atau daerah akibat penyalahgunaan kewenangan, itu masuk ranah pidana sesuai UU Tipikor Pasal 2 dan 3," tegas Zaenal.
KMP Desak Audit Forensik dan Investigasi
Komunitas Madani Purwakarta mendesak dilakukannya audit forensik terhadap aliran dana DBHP tahun 2016–2018 serta investigasi atas sumber dana yang digunakan untuk ‘membayar kembali’ DBHP di 2019–2020.
Pertanyaan Kunci dari KMP:
Ke mana larinya Rp71,7 miliar DBHP periode 2016–2018?
Dari mana asal dana pembayaran DBHP tahun 2019–2020?
Apakah mekanisme penganggarannya sah dan sesuai hukum?
Mengapa publik dipaksa menerima narasi ‘hutang DBHP’ yang tak pernah ada secara legal?
“Ini bukan hanya soal uang desa. Ini soal integritas tata kelola pemerintahan daerah. Kalau ini dibiarkan, maka ke depan akan jadi preseden buruk. Kita harus buka semuanya – transparan, akuntabel, dan sesuai hukum,” tutup Zaenal. ***
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait