get app
inews
Aa Read Next : Mengemuka dalam Acara Halal Bihalal: Ivan Kuntara Bukan Calon Bupati Purwakarta!

OPINI: Spirit Dedi Mulyadi dalam Sosok Saepul Bahri Binjen

Senin, 13 Maret 2023 | 15:00 WIB
header img
Saepul Bahri Binjen mendeklarasikan diri sebagai Penerus Kepemimpinan Dedi Mulyadi

oleh: Tatang Budimansyah

BUKAN sekonyong-konyong, bila belakangan ini baliho bergambar wajah Saepul Bahri Binjen memenuhi ruang-ruang publik Purwakarta.

Wajah Saepul yang tersenyum simpul, bisa dengan mudah ditemui di seantero kabupaten ini. Ada yang tampil sendiri, ada pula yang berdampingan dengan Dedi Mulyadi.

Gambar baliho itu dipermanis dengan tagline ‘Ngurus Lembur, Nata Kota’. Di bawahnya tertera kalimat ‘Meneruskan Kepemimpinan Kang Dedi Mulyadi’.

Ya, meneruskan kepemimpinan Dedi Mulyadi, sosok yang pernah menjabat sebagai bupati selama dua periode.

Mengapa yang harus diteruskan kepemimpinan Dedi? Padahal setelah rezim Dedi berakhir, ada sosok lain yang menjadi bupati. Sosok itu Anne Ratna Mustika, yang tak lain adalah (mantan?) istrinya.

Kalau saja Dedi masih tidur seranjang dengan Anne, dipastikan tak akan ada baliho bergambar Saepul bertema seperti itu di Purwakarta.

Ketika keduanya masih seranjang, Anne Ratna Mustika punya slogan ‘Melanjutkan Purwakarta Istimewa.’

Dan saat kisah cinta Dedi dan Anne harus berakhir di ruang sidang Pengadilan Agama, Anne tak lagi berhasrat menggunakan slogan itu.

Maka momen itu ditangkap oleh Saepul Bahri. Dia berasumsi bahwa kendati tak lagi menjabat sebagai bupati, kuku Dedi Mulyadi di Purwakarta masih sedemikian runcing.

Asumsi lain, Dedi diposisikan sebagai sosok yang berhasil merubah kabupaten ini dari sebutan ‘Kota Pensiun’ menjadi ‘Purwakarta Istimewa’.

Atas dua asumsi itu, Saepul Bahri Binjen mendeklarasikan diri sebagai penerus kepemimpinan Dedi Mulyadi.

Saepul berharap (sebagian) publik Purwakarta yang mengagumi dan rindu akan kepemimpinan Dedi Mulyadi, bisa terobati oleh kehadirannya.

Saepul ingin meyakinkan publik bahwa spirit Dedi Mulyadi sudah mengalir dan tertanam di dadanya. Dan spirit itu akan terus digelorakan saat dia kelak menjadi bupati Purwakarta.

Menjadi bupati. Apa bisa?

Terlalu dini untuk menjawab pertanyaan itu. Bisa ya, bisa juga tidak.

Dedi Mulyadi adalah politikus ulung. Fakta itu tak bisa ditampik, baik oleh pengagum, atau penghujatnya.

Pada Pilkada 2018, Dedi Mulyadi adalah ‘arsitek’ yang menghantarkan Anne memenangi kontestasi. Dengan kata lain, tanpa peran Dedi di dalamnya, Anne adalah nobody.

Lagi-lagi, Saepul berasumsi bahwa jika didukung dan diseret Dedi untuk ikut dalam Pilkada 2024, maka kemenangan bakal diraih.

Dedi merubah seseorang dari nobody menjadi somebody. Atau bisa juga sebaliknya, dari somebody menjadi nobody!

Tapi tunggu dulu. Saepul Bahri jangan keburu terlalu percaya diri (overconfidence). Pilkada digelar tahun depan.

Dalam kurun waktu setahun, siapa yang bisa menjamin Dedi Mulyadi akan konsisten ‘mendagangkan’ Saepul menjadi bakal calon bupati?   

Siapa pula yang bisa menjamin, bahwa di dalam hati yang terdalam, Dedi Mulyadi sebenarnya sudah mengantongi sosok lain?

Tentu saja sosok itu dibungkus dan dikemasnya dengan rapi. Tak boleh diketahui oleh orang lain, apalagi oleh Saepul.

Beranjak dari dua pertanyaan itu, muncullah spekulasi yang cukup nakal dan menggelitik di kalangan publik.

Ada yang berpendapat bahwa Saepul dimunculkan oleh Dedi hanya sebagai obyek untuk ‘uji publik’.

Dengan kata lain, Dedi Mulyadi memunculkan nama yang didukungnya, sekadar ingin tahu bagaimana reaksi dan tanggapan publik atas figur tersebut.

Ada pula yang berpendapat bahwa Dedi Mulyadi memunculkan satu nama, untuk menaikkan semacam bargaining bagi figur lain yang berhasrat jadi calon bupati.

Sebab, seperti yang disebutkan tadi, kuku Dedi Mulyadi masih runcing. Suka atau tidak, faktanya, masih banyak yang antre ingin ikut kontestasi Pilkada 2024 dengan dukungannya.    

Yang menarik, memunculkan nama pada saat pelaksanaan Pilkada masih jauh, bukan merupakan kebiasaan Dedi Mulyadi.

Pada Pilkda yang sudah-sudah, ada kecenderungan dia menentukan nama pada saat injury time. Ya, pada saat penentuan pasangan calon sudah mendekati akhir.

Sekadar flash back, pada Pilkada 2018, ada sejumlah nama yang sebelumnya digadang-gadang akan diusung, dan pada akhirnya Dedi mengusung Anne.

Begitu pula saat Dedi mencalonkan diri menjadi bupati pada Pilkada sebelumnya. Nama Dadan Koswara muncul setelah nama-nama lain mencuat sebelumnya.

Dengan demikian, jika saja Saepul Bahri dihantarkan hingga benar-benar menjadi calon bupati, ini berarti Dedi merubah kebiasaan lamanya.

Alasan lain mengapa Saepul Bahri jangan terburu-buru overconfidence, adalah karena Pilkada harus meniti rangkaian politis.

Pilkada 2024 digelar setelah Pemilihan Legislatif (pileg). Pileg menghasilkan berapa perolehan kursi di masing-masing partai politik (parpol).

Selanjutnya, parpol yang mengusung para calon bupati dan wakil bupati. Apakah parpol harus berkoalisi atau bisa single fighter, tergantung perolehan kursi.

Saat ini, Saepul Bahri adalah fungsionaris Partai Golkar. Tapi, ini tidak serta merta dia mendapat tiket calon bupati.

Mesti diingat bahwa pada aturan Pemilu sekarang, kewenangan untuk menentukan pasangan calon (paslon) bupati dan wabup adalah pengurus pusat.

Aturan ini membuat para pengurus parpol daerah (kabupaten) banyak yang makan hati pada Pilkada 2018.

Daerah menjagokan atau mengusulkan paslon, tapi jagoannya itu tak direstui pusat. Contoh konkret, saat sejumlah parpol mendeklarasikan Koalisi Kemerdekaan di Hotel Intan.

Deklarasi yang telah dibangun menjadi acak-acakan, amburadul, dan pecah berkeping-keping, manakala pusat tak sehaluan dengan koalisi tersebut.

Yang terjadi, banyak paslon yang berinisiatif mengambil jalan pintas: ‘membeli’ tiket langsung ke kepengurusan pusat.

Di Purwakarta, Partai Golkar menjadi salah satu parpol dengan perolehan kursi yang gemuk dalam setiap pileg.

Tapi, ya tadi itu, siapa yang menjamin Partai Beringin ini akan mengusung Saepul? Dalam perjalanannya nanti, siapa yang bisa menentang jika pada akhirnya parpol ini malah mengusung Anne Ratna Mustika?

Hal lain yang mesti diingat Saepul, adalah soal elektabilitas dan penerimaan publik. Ketika baliho Saepul tersebar secara masif di seantero Purwakarta, ada lontaran kalimat yang menohok: ”Memangnya tidak ada calon lain?”

Dan, sosok Saepul belum membumi. Perlu kerja keras untuk menaikkan popularitas, elektabilitas, dan kapabilitas. Untuk usahanya itu, sangat memerlukan isi tas.

Sayangnya, Saepul Bahri Binjen hidup dan tinggal di Kabupaten Purwakarta. Dia harus mengikuti setumpuk regulasi Pilkada yang berlaku.

Lain soal kalau Saepul tinggal di Kabupaten Purwakartun. Namanya juga Purwakartun, semuanya serba memungkinkan.

Di Kabupaten Purwakartun, KPU dan Bawasalu dibuat tak berdaya dan lembek seperti keong, karena bisa dibeli dan dijejali rupiah. Pada akhirnya, perolehan suara bisa diutak-atik.     

Dan, andai saja Saepul tinggal di Kabupaten Purwakartun, maka kans untuk memenangi Pilkada sebanyak 99,999 persen!***    

Editor : Iwan Setiawan

Follow Berita iNews Purwakarta di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut