Miniatur Kapal Nusantara: Obsesi Arifin Melestarikan Kearifan Bahari
Inspirasi bisa datang dari mana saja. Bahkan dari rentetan mimpi sekalipun, seperti yang dialami Arifin. Subuh hari pada 2014, dia baru saja terjaga dari tidur. Ini kali ketiga lelaki itu bermimpi tentang adanya sebuah pelabuhan yang teramat megah di Sungai Cikaobandung. Beranjak dari inspirasi dalam mimpinya itu, kini Arifin merupakan pengrajin miniatur kapal Pinisi. Karyanya telah melanglangbuana.
SEPERTI pada mimpi-mimpi sebelumnya, suasana pelabuhan tampak hiruk pikuk. Begitu ramai. Puluhan kapal dari berbagai jenis dan ukuran hilir mudik. Ada pula yang sedang berlabuh, dan sebagian ditambatkan.
Dalam mimpi yang menghampirinya secara berulang itu, Arifin selalu digambarkan tengah berada di atas kapal. Entah kapal jenis apa. “Yang jelas, kapal itu tampak kokoh dan gagah,” ujar Arifin saat ditemui iNewsPurwakarta.id di kediamannya, Perumahan POJ Blok D No. 45, Desa Jatinekar, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, 20 Oktober 2025.
Arifin mengaku tak paham apa pesan yang hendak disampaikan lewat mimpi-mimpi tentang pelabuhan itu. Apa hubungan antara penampakan kapal dalam bunga tidurnya, dengan dirinya sebagai seorang montir? Dan, Arifin saat itu memang tak mau tahu. Lucunya, mana mungkin ada pelabuhan besar di Sungai Cikaobandung, sebuah sungai kecil yang berada tak jauh dari Waduk Jatiluhur.
Namun sejak saat itu, untuk mengisi waktu kosong di bengkel motornya, ketika tak ada orderan, lelaki berusia 52 tahun ini mencoba mengutak-atik kayu-kayu kecil. Potongan-potongan kayu bekas itu dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah kapal. Ya, iseng-iseng ayah dari tiga putri ini membuat miniatur kapal, atau tepatnya sebuah kapal pinisi. Hasilnya lumayan bagus, kendati belum bisa dikatakan sempurna untuk sebuah karya perdana.
“Saya memajangnya di bengkel. Ternyata banyak orang yang tertarik saat melihatnya. Salah satu langganan bengkel saya malah berani membelinya. Bahkan, dia memesan lagi. Dia bilang, untuk koleksi dan dipajang di rumahnya,” kenang lelaki berperawakan ramping ini.
Hari-hari setelah itu, adalah hari-hari di mana Arifin makin disibukkan dengan pembuatan miniatur kapal. Bengkel motor yang telah sekian lama digelutinya malah dinomorduakan. Ternyata jari-jari tangannya lebih terampil dan cekatan merangkai kayu, daripada membersihkan karburator atau mengecat spakbor motor.
Hingga akhirnya Arifin memantapkan diri untuk menutup bengkel. Passion-nya lebih condong ke miniatur kapal atau perahu. “Biasanya tak lama setelah kapal-kapal itu rampung dibuat, selalu saja ada yang membeli. Sejak saat itu timbul keyakinan, dengan miniatur kapal, taraf ekonomi saya akan terangkat, ” tuturnya.
Perahu Jolloro untuk Sang Duta Besar
Agar kapal-kapal buatannya tampak nyata sesuai aslinya, Arifin mencari referensi dari berbagai sumber. Dia memelototi segala hal yang berhubungan dengan kapal. Mulai dari jenis, nilai historis dan filosofis, hingga dari mana kapal-kapal itu berasal.
Tak terlalu mengagetkan apabila dia sangat fasih saat bercerita tentang berbagai jenis dan asal kapal dari zaman ke zaman. Sebut saja misalnya kapal pinisi, lancang kuning, kapal zaman kerajaan Majapahit, Sriwijaya, VOC, hingga kapal atau bahtera Nabi Nuh. “Semua jenis kapal, saya buat dengan ukuran mini. Mulai ukuran 30 cm hingga 3 meter,” tuturnya.
Dari berbagai jenis itu, imbuh Arifin, kapal pinisi yang paling banyak diminati. Maka, dia lebih banyak membuat kapal asal Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi warisan budaya dunia itu. Pemesannya tak pernah sepi. Bukan hanya pemesan lokal, tetapi juga dari mancanegara.
Kreativitas Arifin, akhirnya sampai juga ke telinga Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) Kabupaten Purwakarta. Instansi ini tertarik dengan karya Arifin yang dinilai unik. Arifin kerap dilibatkan dalam berbagai pameran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Mulai dari tingkat lokal, regional, hingga nasional.
“Keikutsertaan pertama saya adalah di pameran yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC). Stan saya tak pernah sepi. Selalu dipadati pengunjung. Mereka menilai karya saya mirip dengan kapal sungguhan,” kenangnya. Berawal dari JCC itu, Arifin semakin rajin mengikuti ajang-ajang pameran, baik yang digelar oleh Disporaparbud Purwakarta maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Alhamdulillah, di setiap pameran, karya saya sering mendapat penghargaan. Menjadi juara pertama atau kedua. Misalnya saat pameran yang diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bandung, saya menyabet peringkat pertama,” kenangnya bangga. Sayangnya, Arifin mengaku tak pernah mendokumentasikan ajang-ajang tersebut. Termasuk piagam dan piala yang pernah diraihnya.

Karya Arifin, juga bisa dilihat di Museum Diorama Purwakarta. Di museum yang dibangun pada era Bupati Dedi Mulyadi (kini Gubernur Jawa Barat) ini, terpajang lima kapal, di antaranya kapal pinisi, Lancang Kuning, dan kapal Borobudur dengan masing-masing ukuran panjang 2 hingga 3 meter.
Miniatur kapal karya Arifin semakin dilirik orang. Dia tak memungkiri bahwa ajang pameran dan berita-berita di sejumlah media massa yang tertarik menulis kiprahnya, sangat berkontribusi dalam mengenalkan karyanya ke khalayak.
Pelanggannya berasal dari berbagai provinsi. Tak hanya itu, Arifin mengaku sudah lupa berapa banyak karyanya yang ‘terbang’ ke luar negeri.
“Duta Besar Norwegia pernah pesan kapal atau perahu Jolloro. Itu tuh, perahu sejenis jukung yang biasa digunakan untuk balap. Selain Norwegia, saya pernah mendapat pesanan dari Jerman, Malaysia, dan China. Ada yang datang langsung ke rumah saya, ada pula yang memesan melalui telepon,” terangnya.
Menolak Pesanan
Diungkapkannya bahwa selama ini dia belum mendengar ada yang kecewa dengan hasil karyanya. Sebaliknya, banyak pemesan yang kembali meminta dibuatkan. Baik untuk koleksi pribadi maupun untuk diberikan kepada orang lain sebagai cendera mata.
Lantas, apa rahasianya sehingga para pelanggan tak pernah ada yang merasa kecewa? “Saya sangat menjaga kualitas. Lebih baik memakan waktu lama dalam proses pembuatan, daripada terburu-buru dengan hasil yang tak sempurna,” ujarnya.
Sangat tepat jika ada yang mengatakan bahwa Arifin merupakan sosok perfeksionis. Lihat saja, miniatur-miniatur kapal yang dibuatnya, tampak sangat sempurna dan menyerupai kapal yang sebenarnya. Detail terkecilpun tak luput dari sentuhan tangannya.
“Agar kualitas tetap terjaga, saya harus fokus membuat kapal yang sudah dipesan. Saya tidak mau menerima pesanan selanjutnya apabila pesanan sebelumnya belum rampung dikerjakan. Harus beres dulu,” terang Arifin.
Dia mengaku pernah mendapat tawaran pesanan sebanyak 20 miniatur kapal pinisi per bulan dari Malaysia, secara rutin. Kalau saja Arifin menyanggupi permintaan tersebut, sudah bisa dipastikan cuan ada di depan mata. Tapi permintaan itu dengan terpaksa ditolaknya.
Penyebabnya? Arifin tahu diri. Tak mungkin dia membuat 20 miniatur kapal dalam waktu sebulan. Perlu diketahui bahwa saat itu Arifin mengerjakannya seorang diri. Kalaupun dibantu oleh beberapa orang, tenggat waktu tetap tak mungkin terkejar.
Sebenarnya Arifin bisa saja mengerjakannya sesuai tenggat waktu, dengan konsekuensi dikerjakan dengan asal-asalan. “Nah, itu yang saya tidak mau. Lebih baik saya menolak, daripada pemesan nantinya kecewa karena kualitas karya saya jelek. Saya lebih mementingkan kualitas agar pelanggan tak kecewa,” tandasnya.
Semua kerajinan tangan karya Arifin ini terbuat dari kayu jati. Kecuali untuk detail kecil dan ornamen-ornamen tertentu, dia menggunakan bambu dan kayu jenis lain. “Ya, 90 persen dari kayu jati tua yang dijamin tahan lama. Tak sulit bagi saya memperolehnya. Saya membeli potongan-potongan kayu jati dari rumah-rumah dinas karyawan Perum Jasa Tirta 2 (PJT 2) yang direnovasi,” terangnya.
Sosok Lain dari Jatiluhur
Waktu pengerjaan untuk sebuah miniatur kapal, sangat bergantung kepada ukuran dan jenis kapal. Makin tinggi tingkat kerumitannya, maka makin lama pula waktu pengerjaannya. Misalnya, untuk dua kapal pinisi dengan panjang 50 cm, waktu pengerjaannya mencapai satu minggu. “Jika pemesan ingin kapalnya lebih detail, waktu pengerjaannya bisa lebih lama,” ujarnya.

Untuk kapal/bahtera Nabi Nuh sepanjang 3 meter, pengerjaannya bisa mencapai sekitar tiga bulan, “Karena pengerjaannya sangat rumit,” imbuhnya.
Soal harga, juga tergantung jenis dan ukuran kapal. Untuk ukuran terkecil kapal pinisi, yakni 30 cm, seharga Rp250 ribu. Sedangkan untuk bahtera Nabi Nuh berukuran 3 meter, seharga Rp25 juta.
Masih dari Kawasan Jatiluhur, ada Tanissa Puti Rahmadiva. Dara berusia 24 tahun itu sejak 2021 mengakrabi eceng gondok (eichhornia crassipes) yang menghampar di perairan Waduk Jatiluhur. Bersama emak-emak warga sekitar, Tanissa mengolah tanaman gulma itu menjadi karya anyaman yang eye catching. Lihat saja, ada tas, sandal, topi, hiasan dinding, hingga tatakan gelas.
Mereka berkreasi di bawah wadah yang diberi nama Bumi Kreasi Jatiluhur (BKJ). Penggagasnya? Ya siapa lagi kalau bukan Tanissa. “BKJ merupakan wadah bagi ‘akamsi’ alias anak kampung sini, untuk berkreasi menganyam eceng gondok,” tuturnya saat berbincang santai di tepi Waduk Jatiluhur, 22 Oktober 2025.
“Pada awalnya saya mendatangkan seorang ahli bidang anyam-menganyam dari Bandung Barat untuk melatih warga sini, terutama kalangan ibu-ibu. Sekarang mereka sudah mahir membuat beragam anyaman,” ujar Peraih wakil 1 Mojang Jajaka Purwakarta 2021 ini.
Ngerumpi No, Menganyam Yes
Saat ini warga binaan BKJ yang aktif menganyam berjumlah 20 orang. Mereka berasal dari Kecamatan Jatiluhur dan Sukasari. “Sebagai ibu rumah tangga yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, mereka lebih memilih menganyam daripada ngerumpi tentang hal yang nggak-nggak,” ujar jebolan UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini.
“BKJ menerapkan pola home industry. Para pengrajin berkarya di rumah mereka masing-masing, lantas hasilnya dikumpulkan dan dipajang di galeri yang berada di kawasan wisata Waduk Jatiluhur,” imbuhnya.
Tanissa berharap wadah ini terus berkontribusi memberdayakan warga untuk meningkatkan taraf ekonomi. “BKJ memegang prinsip berkelanjutan. Saya mendorong para pengrajin agar mengajarkan keterampilan menganyam ke tetangganya. Tak menjadi soal bagi saya jika pengrajin menerima pesanan mandiri, tanpa terikat BKJ. Yang jelas, obsesi saya melestarikan budaya menganyam dapat terwujud,” ujarnya.
BKJ menghasilkan dua jenis produk, yakni produk fashion dan home décor. Untuk fashion, terdiri dari tas, sandal dan topi. Adapun home décor terdiri dari tatakan gelas, keranjang, dan hiasan dinding. Sekadar informasi, sandal dan tas buatan BKJ sudah sampai ke Finlandia dan Polandia.
“Ternyata orang bule banyak yang tertarik dengan produk lokal. Mereka menilainya sebagai sebuah karya yang unik. Begitu pula ketika BKJ berpartisipasi dalam peragaan busana di Brunei Darussalam, pengunjung sangat terpesona dengan koleksi busana berbahan eceng gondok yang kami tampilkan,” terang Tanissa.
Bukan Hal Kuno
Kiprah Tanissa dengan BKJ-nya mendapat apresiasi dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Pada 2023, tepatnya di ajang Aksi Nyata Bela Negara Award menyambut Hari Bela Negara (HBN) ke-75 di Jakarta, perempuan yang gemar travelling itu memperoleh penghargaan.
Selanjutnya pada Maret 2024, Tanissa terbang ke Papua dalam acara HUT III Menoken di Kebun Tuli Yotoro, Kampung Kwadeware, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Di sana dia mempraktikkan cara menganyam dan melatih penduduk setempat yang tergabung dalam Komunitas Menoken Mamta.

Dia menilai bahwa menganyam bukanlah hal kuno, tapi warisan leluhur yang memiliki nilai ekonomi. Eceng gondok yang dianggap sebagai tanaman gulma bisa jadi solusi penyelamatan lingkungan dan penghidupan.
Jawa Barat memang memerlukan sosok-sosok kreatif seperti Arifin dan Tanissa. Banyak potensi lokal dari sektor UMKM dan pariwisata yang masih tersembunyi.
Potensi yang beranjak dari kearifan lokal, sampai pada akhirnya bermuara kepada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Jika dipoles, para pelaku UMKM ini bisa membawa Jawa Barat melanglangbuana.
Sejalan dengan spirit itulah, Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein telah menginstruksikan jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar menggunakan produk-produk lokal untuk berbagai acara kedinasan.
Instruksi tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Nomor: 100.3.4/106-DKUPP/2025. “Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan memperkuat pemasaran produk UMKM Purwakarta,” ujarnya saat menghadiri Expo UMKM dan Bazar Murah di Taman Pasanggrahan Pemkab Purwakarta, 12 Juli 2025.

Para pelaku UMKM pun mendapat ‘karpet merah’ dari Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat. Mafhum dengan pentingnya eksistensi UMKM dalam menggeliatkan perekonomian Tanah Pasundan, BI Jabar menggelar Sunda Karsa Fest (SKF) 2025 pada 18-20 Juli 2025 di Trans Convention Center Bandung.
Menghadapi Perlambatan Ekonomi
Ada tiga event tahunan yang digelar pada saat itu, yakni Karya Kreatif Jawa Barat (KKJ), West Java Sharia Economic Festival (WJSEF), dan Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB).
“Pengembangan UMKM, budaya dan pariwisata menjadi program kerja strategis Bank Indonesia. Kami mendukung penguatan desa-desa wisata binaan serta pelestarian budaya Jawa Barat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif,” terang Muhamad Nur, Kepala BI Jabar dalam kesempatan tersebut.
Hal senada diutarakan secara daring oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P. Joewono. Dikatakannya, UMKM merupakan pilar ekonomi daerah dan nasional yang mesti mendapat dukungan secara signifikan.
Doni menambahkan, Bank Indonesia terus mendorong akses pembiayaan bagi UMKM, di antaranya melalui kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), serta perluasan pasar kebijakan likuiditas makroprudensial.
Sebelumnya, yakni dalam acara diskusi di West Java Economy Society (WJES) 2025 pada 7 Mei 2025, Muhamad Nur mengatakan, saat ini Tanah Air tengah mengalami perlambatan ekonomi, baik di daerah maupun di level nasional. Malah, kondisi ini dirasakan pula oleh masyarakat global.
Dikatakannya, gejolak yang sedang terjadi di pasar global harus menciptakan kreativitas para pelaku usaha dan pemerintah untuk beralih ke opsi mencari pasar baru guna menjaga kestabilan ekonomi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan, adalah lebih memberdayakan peran dan keberadaan para pelaku UMKM.

“
Pemerintah daerah harus bertekad mengembangkan UMKM yang ada di daerahnya,” ujar Muhamad Nur dalam diskusi yang dihadiri oleh para pelaku usaha dan unsur pimpinan kepala daerah itu.
Dia menambahkan, BI Jabar telah membuka peluang bagi para akademisi untuk berkontribusi melalui berbagai riset, “Tujuannya untuk mencari solusi agar perekonomian di Provinsi Jabar meningkat,” imbuhnya. Muhamad Nur optimistis pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada 2025 akan lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Pada kesempatan itu, Deputi Kepala Perwakilan BI Jabar Muslimin Anwar mengatakan, pihaknya telah memfasilitasi 15 UMKM fashion untuk belajar di ESMOD Jakarta, “Ya, agar mereka mampu mengekspor produk-produk unggulannya,” ujar Muslimin Anwar.
‘Wajah’ Ekonomi Jawa Barat
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada 2024 sebesar 4,95 persen, melambat 0,5 persen dari tahun sebelumnya. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,00 persen.
Memasuki 2025, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada Triwulan I sebesar 4,98 persen (year on year). Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,87 persen. Sedangkan pada Triwulan II sebesar 5,23 persen (year on year), dan sebesar 2,33 persen secara quartal to quartal (q-to-q).
Angka pertumbuhan ekonomi secara quartal to quartal ini lebih rendah daripada angka nasional yang sebesar 4,04 persen. Sedangkan untuk semester I tahun 2025, akumulasinya mengalami penguatan dibandingkan dengan semester yang sama pada 2024, yakni tumbuh 5,11 persen.

Demikianlah. Arifin ingin terus berkarya. Entah sampai kapan. Dia akan berhenti membuat miniatur kapal, ketika tangannya sudah tak cekatan dan tak bisa digerakkan lagi. Kendati karya yang dibuatnya hanya sekadar miniatur, tapi Arifin tetap merasa bangga ikut berkontribusi melestarikan jenis-jenis kapal Nusantara dari zaman ke zaman sebagai warisan budaya.
Setali tiga uang dengan Tanissa. Dia pun akan terus membumi dengan Waduk Jatilluhur. Mencomoti eceng gondok, menjemur, dan menganyamnya hingga gulma itu menjelma menjadi karya artistik yang memesona.***
Editor : Iwan Setiawan