Ketika Kucuran Air Wudhu Menjadi Nafas bagi Ikan-ikan di Kampung yang Guyub dan Rukun
Ikan patin sebesar lengan orang dewasa berusaha meronta ketika terjaring. Permukaan air kolam menimbulkan cipratan. Ya, sebenarnya hanya cipratan kecil. Tapi itu cukup untuk membuat wajah menjadi kuyup. Belasan ikan patin yang berhasil terjaring sudah berpindah ke dalam ember plastik. Tak jauh dari kolam, tampak sejumlah warga sedang menyalakan arang. Ada pula yang bersiap menyiangi ikan yang baru saja ditangkap itu.
SUASANA itu tergambar dalam kegiatan panen ikan di Perumnas Bumi Teluk Jambe Blok F RW 13, Desa Sukaluyu, Kecamatan Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Aura semringah terpancar dari wajah-wajah belasan warga yang hadir.
Mereka memang tidak sedang memanen ikan dalam jumlah besar. Bukan banyaknya ikan yang membuat mereka semringah. Lebih dari itu, warga bersuka cita karena di pemukiman itu hari-hari mereka selalu diisi dengan kebersamaan.
Kolam ikan berukuran kecil itu terletak tak jauh dari Masjid Al Muhajirin yang berada di dalam areal perumahan. Sepanjang masjid ini disesaki jamaah, maka kolam pun tak akan pernah kering. Sebab, sumber air kolam itu memang berasal dari tempat ibadah tersebut.
“Kami memanfaatkan limbah kucuran air wudhu. Air limbah tersebut kami alirkan ke penampungan sehingga dijadikan sebagai media untuk ikan. Alhamdulillah, ikannya sehat-sehat. Kami memelihara ikan nila, patin, lele, dan beberapa jenis ikan hias,” tutur Budi Ahmadi, Ketua RW 13 kepada iNewsPurwakarta.id, 21 September 2025.
Selain untuk media tempat hidup ikan, air tersebut dimanfaatkan pula untuk keperluan menyiram tanaman hias dan hortikultura. Saluran air memang dibuat sedemikian rupa layaknya gorong-gorong, sehingga memudahkan bagi warga untuk memanfaatkannya. Dengan begitu, rumah warga yang agak jauh dari lokasi masjid pun bisa menggunakannya untuk menyiram tanaman.
Air yang mengairi warga Blok F, bersumber dari lumbung air yang dibuat secara mandiri, alias hasil swadaya masyarakat. “Inisiasi lumbung air secara mandiri ini dibuat karena air dari perusahaan daerah kerap tak mengalir dengan maksimal. Malah kerap mati,” ujar Budi.

Menjaga Ekosistem Lingkungan
Untuk menjaga kontinuitas distribusi air, warga membangun tiga sumur artesis di tiga area. “Alhamdulillah, lumbung bisa menggelontorkan air ke rumah-rumah warga di delapan RT. Tarif berlangganan air pun tak memberatkan warga. Tarif di bawah standar,” imbuh Budi.
Diakuinya bahwa selama ini ketersediaan air selalu terjaga. Meskipun musim kemarau, air tetap mengalir. Salah satu upaya yang dilakukan warga yakni menjaga ekosistem lingkungan. Mereka menanam sejumlah pohon besar di sekitar sumur dan membuat biopori di lingkungan untuk mengembalikan air hujan ke dalam tanah.
Editor : Iwan Setiawan