Pilkada di Kabupaten Purwakartun dipastikan akan berlangsung seru dan kompetitif. Kehadiran sang king maker dalam suksesi di kabupaten ini menambah konstelasi politik semakin semarak dan hingar bingar.
Oleh: Tatang Budimansyah*
DI SUATU tempat di siang yang basah karena guyuran hujan, saya duduk berhadapan dengan sang king maker. Secangkir bandrek, senampan jalabria, dan sekeranjang manggis, terhampar di atas meja. Bunga bakung merah muda yang tak jauh dari tempat duduk kami, merunduk tertimpa tetesan air hujan.
Ini momen penting bagi saya untuk mewawancarai king maker ikhwal Pilkada Purwakartun 2024. Sebelum wawancara dimulai, dia mewanti-wanti agar jangan memanggilnya dengan sebutan king maker.
“Saya gak suka dengan istilah yang kebarat-baratan. Jangan panggil saya King. Panggil saja saya Engking, supaya lebih nyunda,” pintanya.
Saya mengangguk tanda setuju. Kami menyeruput bandrek, nyaris berbarengan. Bunga bakung merah muda masih merunduk tertimpa arsiran air hujan. Wawancara pun dimulai.
Saya: Seberapa penting Pilkada Purwakartun 2024 bagi Engking?
Engking: Libido politik saya selalu memuncak dalam setiap perhelatan Pilkada Purwakartun. Suksesi di Purwakartun, sangat berhubungan dengan kepentingan politis saya.
Saya: Tapi kan sekarang Engking di Purwakartun bukan siapa-siapa. Bukan lagi anggota DPRD atau bupati.
Engking: Siapa yang berani bilang saya bukan siapa-siapa? Bawa sini orangnya, biar saya cuci otaknya!
Saya: Duh, gitu aja emosi. Mendingan Engking jawab pertanyaan saya, mengapa Pilkada Purwakartun dianggap begitu penting?
Engking: Begini ya, saya memang tidak lahir di kabupaten ini. Dan sekarang saya tidak menjabat sebagai apapun di Purwakartun. Tapi mesti diingat, karier politik saya tumbuh di sini. Saya menikah di sini, dan anak-anak saya juga semuanya lahir dan besar di sini.
Saya: Apa korelasinya dengan perhelatan Pilkada?
Engking: Masyarakat Purwakartun memandang saya sebagai seseorang yang memiliki powerfull. Karena sudah kadung dianggap seperti itu, ya sudah, akhirnya saya manfaatkan saja mereka.
Saya: Lantas?
Engking: Dalam setiap perhelatan Pilkada, saya bisa dengan mudah membeli parpol, kongkalikong dengan Bawaslu dan KPU, bercumbu mesra dengan aparat hukum, dan mendikte birokrat hingga aparat kepala desa.
Saya: Wow, kereeeen!
Engking: Semua bisa saya kendalikan. Tinggal pijat remot tiga kali, teeeeet, teeeeet, teeeeet, semuanya beres. Maka, tak ada sejarahnya saya kalah dalam setiap pesta elektoral di Purwakartun.
Saya: Ya, saya memang pernah mendengar, dulu waktu Engking mencalonkan menjadi bupati, sudah menjadi jaminan akan menang. Tak peduli Engking berpasangan dengan siapa. Jangankan berpasangan dengan manusia, jika wakil bupatinya seekor beruk pun, pasti unggul!
Engking: Huahahahaha, bisa aja antum.
Saya: Di Pilkada Purwakartun 2024 ini, Engking kan sudah bukan lagi kandidat. Lantas, ngapain harus repot dengan urusan politik di kabupaten ini?
Engking: Pilkada Purwakartun menjadi ajang pembuktian, bahwa kedigjayaan saya di kabupaten ini tak pernah lekang. Semuanya masih berada di bawah kendali saya. Kuku kekuasaan saya masih menancap tajam.
Saya: Sommmbong amat!
Engking: Selain itu, juga untuk melanggengkan kepentingan politis saya. Sekarang saya bukan lagi kandidat, tapi lihat saja nanti, siapapun kandidat yang diberi mandat oleh saya, pasti akan jadi juara.
Saya: Sekarang sudah mengantongi kandidat yang akan diendors?
Engking: Aaah, jangan pura-pura tidak tahu. Kan wajahnya sudah terpampang di banyak baliho.
Saya: Oooh yang itu, Iya tahu. Engking tidak akan mengubah pilihan? Setahu saya, biasanya kan Engking mengambil keputusan politik di saat-saat injury time.
Engking: Berubah atau tidak, tergantung beberapa hal.
Saya: Misalnya?
Engking: Seberapa mampu dia menyediakan amunisi untuk ongkos politik, seberapa besar minat masyarakat untuk memilih dia, dan seberapa tinggi kadar loyalitas dia terhadap saya. Soal cari parpol pengusung, itu mah keciiiiil.
Saya: Gimana seandainya kandidat yang didukung Engking kalah? Sekarang di Purwakartun kan ada kekuatan baru.
Engking: Aaaah, kekuatan baru apaan? Toh kekuatan yang konon dimiliki oleh siapa pun di kabupaten ini, lahir dari tangan saya.
Saya: Ah, yang benar?
Engking: Sayalah sumber kekuatan yang sejati. Kekuatan atau sebuah pergerakan akan nihil jika tanpa peran saya. You know?
Saya: Eit, katanya gak suka pake narasi kebarat-baratan.
Engking: Oya, lupa. Sorry, eh, punten. Hihihihihi!
Wawancara masih terus berlangsung. Hujan masih mengguyur. Bunga bakung merah muda semakin merunduk.
Tak terasa, secangkir bandrek dan kue jalabria sudah pindah semua ke dalam perut. Tinggal menyisakan dua buah manggis berukuran besar yang agak busuk.
Sebelum wawancara dilanjutkan, Engking pamit sebentar. Dia kebelet ingin pipis alias buang air kecil.***(bersambung).
*Penulis adalah penikmat pers, Pemimpin Redaksi iNewsPurwakarta.id
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait