Menurutnya, yang tak kalah penting adalah penguasaan public speaking, kekuatan retorika, dan kesiapan mental/fisik peserta debat.
“Perlu diingat, publik dengan budaya konteks tinggi (high context cultures) seperti di Indonesia, tidak menyukai pesan-pesan komunikasi politik yang vulgar, eksplisit, dan apalagi menyerang dan mendiskreditkan lawan. Publik biasanya sangat antipati dengan pola komunikasi politik seperti ini,” paparnya.
Sebaliknya, publik justru akan simpati pada paslon yang handap asor, bahasa verbal-nonverbalnya wajar, dan tak mengada-ada. Sisi ini akan menjadi kekuatan tersendiri bagi paslon untuk mencapai tujuan debat, yakni memengaruhi persepsi publik.
Abah Asgun melanjutkan, pesan-pesan komunikasi politik yang diinteraksikan dalam debat, baik verbal maupun nonverbal serta simbol dan atributnya, harus benar-benar dikelola sedemikian rupa, agar efek dan feed back yang diberikan publik sesuai dengan harapan yang diinginkan, yakni mempertebal elektoral.
“Jika memang ingin menguasai swing voter dan memperkuat soliditas pemilih istiqomah, debat harus dipersiapkan dengan matang. Terkecuali jika dari awal sudah menganggap debat itu tak penting dan tak berpengaruh terhadap elektabilitas,” kata Abah Asgun.
Seperti diketahui, debat pertama Bupati/Wakil Bupati Purwakarta telah diselenggarakan pada 5 November 2024. KPU Purwakarta akan menggelar debat kedua pada 18 November mendatang.***
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait