"Ada beberapa macam granat, ada sisa mortir yang memang belum sempat dipakai tapi sudah lewat masa pakainya atau kadaluwarsa, sehingga amunisi-amunisi tersebut memang rutin bagi kita, TNI, untuk dimusnahkan," ujar Kristomei dalam wawancara dengan iNews.
Ia menambahkan bahwa ledakan kedua diduga terjadi saat warga sipil datang mengumpulkan sisa-sisa logam dari lokasi peledakan.
"Memang setelah selesai peledakan, masyarakat datang untuk mengambil sisa-sisa ledakan, apakah serpihan-serpihan logamnya yang dikumpulkan—tembaga atau besi yang memang bekas dari, misalnya, granat. Nah, itu yang biasanya masyarakat ambil," jelasnya.
Kristomei memastikan bahwa pemusnahan amunisi tersebut dilakukan secara rutin dan sesuai prosedur. Namun, penyelidikan masih berlangsung untuk memastikan penyebab pasti ledakan yang menewaskan 13 orang tersebut.
"Namanya amunisi sudah kadaluwarsa ini kan tidak bisa kita perkirakan. Artinya, isiannya apakah masih sesuai dengan yang memang seharusnya ada atau untuk memantiknya juga. Ini nanti yang kita akan dalami ya, kenapa bisa terjadi seperti ini. Namanya juga amunisi aktif, amunisi bekas itu pasti ada yang sudah tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ada," tambahnya.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait