Bukan Sim Salabim, Asap Jadi Uang

Tatang Budimansyah
Emak-emak di Kepulauan Sahinge berwirausaha dengan memproduksi tongkol asap. Foto: iNewsPurwakarta/Tatang Budimansyah

 

SANGIHE, iNewsPurwakarta.id - Sagu dadar, ketupat santan kuning, nasi, dan sambal sudah tersaji. Tinggal menunggu menu utama: ikan asap tongkol. Sambil menunggu ikan matang, sekelompok pemuda melantunkan lagu-lagu berirama pop diiringi dua buah gitar bolong, sementara kaum ibu sibuk terlibat proses pengasapan,  mulai dari menyiangi ikan hingga membakar  kayu di   tungku perapian. “Sayang malam ini bulan belum purnama. Kalau pas  purnama, suasananya lebih asyik lho,” kata seorang ibu.

Seperti di daerah lain, memasuki November, langit Sangihe mulai sering menumpahkan hujan. Beruntung malam itu langit cerah sehingga tak mengganggu aktivitas sejumlah ibu mengasap ikan tongkol,  sekitar 50 meter dari bibir pantai.

Ini memang kegiatan rutin mereka, mengasap ikan dan menukarnya dengan lembar-lembar rupiah. Kaum ibu itu adalah pemukim Dusun Lendongan III Kampung Petta Timur, Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi utara.

Untuk menghilangkan kejenuhan sepanjang proses pengasapan, biasanya kaum ibu mengisi waktu dengan saling melempar guyonan. Tak jarang mereka juga ditemani para pemuda yang cukup cekatan memainkan gitar. Begitu akrab. Setelah lebih dari satu jam diasapi, ikan tongkol siap disantap.

Menunya boleh pilih sendiri, ikan asap disantap dengan nasi, ketupat santan kuning, atau sagu dadar. Tergantung selera. Atau, boleh juga menyantap ketiganya kalau perut  masih mampu memuatnya. Yang jelas semuanya terasa nikmat.

Aisyah adalah satu dari sekian ibu yang terlihat sibuk sejak poses pengasapan. Dia mengaku bersyukur bisa bergabung  dengan kelompok wirausaha ini. Sebelumnya tak banyak kegiatan yag dilakukan oleh perempuan berusia 50 tahun ini.

Tak lebih dari menjalankan rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga, sambil menunggu suami tercinta pulang melaut. Sekarang  dia punya jadwal tetap mengasap ikan.

Ikan-ikan hasil olahan tersebut ditukar dengan rupiah. Maka, kocek pun mengalir ke kantong Aisyah.

Geliat  wirausaha warga pesisir Kampung Petta Timur tak terlepas dari peran Pusat Kegiatan  Belajar Masyarakat (PKBM) Berkat  Aryandhi. Lembaga pendidikan nonformal yang dikelola Amellia Trisia Pikki Kansil MPd ini dibentuk untuk memberdayakan masyarakat pesisir, khususnya warga Kampung (Desa) Petta Timur. Dan produksi ikan asap adalah satu dari beberapa program unggulan yang menjadikan PKBM ini eksis.

Tak sulit bagi Berkat Aryandhi mengumpulkan ikan-ikan yang bakal diolah menjadi ikan asap. Amellia membelinya dari para nelayan.

Malah sekarang Berkat Aryandhi sudah memiliki perahu sendiri untuk menangkap ikan, “Dengan memiliki perahu sendiri, terasa semakin ekonomis.

Namun begitu, kami tetap menampung ikan dari para nelayan untuk memenuhi kebutuhan ikan asap. Ikan yang kami beli dihargakan per ekor. Harganya sesuai besarnya ikan,” kata Amellia.

Biasanya ikan yang diasap adalah ikan tongkol, ikan karang, dan ikan layang. Sebagai gambaran, ikan berukuran 20 centimeter dibeli dari nelayan Rp 1.000 per ekor.

Jika sudah diasap dan dikemas, ikan tersebut dijual seharga Rp 5.000. sedangkan ikan  asap berukuran  30 centimeter dijual dengan harga Rp 20.000 per tiga ekor. Tak sulit memasarkan  ikan olahan tersebut.  Pasar-pasar tradisional dan mini market di Sangihe siap menampungnya.

Untuk memproduksi ikan asap yang siap dipasarkan, Berkat Aryandhi menjadwalkan tiga kali dalam seminggu melakukan pengasapan. Wirausaha ini melibatkan 30 orang warga pesisir, dibagi menjadi tiga kelompok,

“Yang menarik, ada persaingan antarkelompok. Saya membiarkan saja karena persaingan  itu sangat positif untuk saling memotivasi,” ujar Amellia.

Amellia yakin betul usaha yang digeluti lewat Berkat Aryandhi akan semakin berkembang. Dia boleh berbangga karena produk  hasil olahannya lebih berkualitas daripada  produk  orang  lain.

Ikan  asap  produk  Berkat  Aryandhi  terlihat bersih dan mengilat,  tak seperti ikan asap pada umumnya yang tampak kusam. Selain itu teksturnya pun sangat mengundang selera. Kok bisa bersih dan mengilat?  “Ya karena kami menggunakan media kayu batang kelapa untuk sumber apinya. Orang lain kan biasanya menggunakan batok,” jawabnya. Oh, itu toh rahasianya. 

 Ikan yang telah dikemas masih layak dikonsumsi hingga seminggu ke depan. Kalau disimpan di lemari pendingin  tentu akan lebih awet lagi. Tak heran jika ikan asap sering dijadikan sebagai oleh-oleh bagi tamu dari luar daerah , “Yang jadi persoalan adalah saat diperiksa  di bandara.

Aromanya tercium dan petugas bandara melarang membawanya.  Tapi  itu bisa disiasati dengan menaburkan  bubuk kopi  di luar kemasan.  Itu  cara  agar bisa lolos dari pemeriksaan, hehehehe,” terang perempuan yang memiliki satu putera ini. 

Merambah ke Nuget dan Baso

Berkat  Aryandhi didirikan  pada  1 Maret 2011 silam. Di Kabupaten Kepulauan  Sangihe,  lembaga pendidikan  nonfomal ini boleh dibilang melesat dalam  berkarya.

Selain  memberdayakan warga pesisir dengan  produksi ikan asap  lewat program Aksara  Kewirausahaan, Berkat Aryandhi  juga memiliki  seabrek  program  lain.  Sebut saja  misalnya kursus komputer dan merangkai  bunga, PAUD,  KF Dasar,  dan Paket C. 

Lokasi lembaga berada di  lahan seluas 10.000 M2, sekitar  50 meter  dari pantai. Areal Berkat Aryandhi tampak mencolok di  tengah-engah pemukiman  penduduk. Di  halaman  depan  terlihat sarana  bermain anak-anak  yang mengikuti  program PAUD. Tak jauh dari lokasi  tersebut, ada tungku perapian untuk pengasapan ikan, dipisahkan oleh pembatas pagar.

Amellia merasa bersyukur bisa melayani warga pesisir yang sebagian tak pernah mengenyam pendidikan formal, atau mereka yang terpaksa berhenti bersekolah karena ketiadaan biaya, 

“Puji Tuhan, saya dipercaya  menjalankan program  aksara kewirausahaan,  sehingga bisa memberdayakan  warga untuk meningkatkan taraf perekonomian mereka,” kata Amellia.

Untuk pengembangan bidang  kewirausahaan,  dia mengaku tak mau berhenti sampai  produksi ikan  asap, “Dalam waktu dekat, kita akan memproduksi baso dan nugget ikan,” imbuhnya. 

Pengabdian Amelia untuk warga pesisir Petta Timur memang perlu diacungi jempol. Jika dulu kaum perempuan di tempat itu hanya berdiam di rumah menunggu suami pulang melaut, kini mereka sibuk memproduksi ikan asap.

Dari  ikan  olahan  itulah mereka memperoleh penghasilan tambahan. Ya, dari asap menjadi  rupiah.***** 

 

 

Editor : Iwan Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network