Kasus Dugaan Korupsi DBHP Pemkab Purwakarta, KMP Apresiasi Kinerja Kejati Jabar

Tatang Budimansyah
Surat laporan dugaan korupsi DBHP Pemkab Purwakarta yang dilayangkan KMP ke Kejati Jawa Barat. foto: iNewsPurwakarta/tatang budimansyah

PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id – Ketua Komunitas Madani Purwakarta (KMP) Zaenal Abidin mengapresiasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dalam penanganan kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP).

Zaenal optimistis Kejati akan menuntaskan kasus ini secara transparan dan profesional. Dengan demikian, masyarakat Purwakarta akan memberikan kepercayaan kepada lembaga yuridis tersebut.

“Alhamdulillah, Kejati sangat responsif atas laporan kami mengenai dugaan tindak pidana korupsi DBHP,” ujar Zaenal, Minggu (31/4/2024). Dikatakannya,  pekan silam KMP Sudah mendapat informasi dari Kejati bahwa penelaahan atas laporan KMP Sudah rampung.

“Sekarang sudah masuk ke proses penyelidikan. Mudahan setelah Lebaran ini proses meningkat ke penyidikan. Selanjutnya akan ditetapkan orang-orang yang menjadi calon tersangka,” ungkap Zaenal.

KMP melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi DBHP di Pemkab Purwakarta ke Kejati Jawa Barat pada 11 Januari 2024 silam.

Laporan KMP bernomor 089/KMP/PWK/I/2024 tersebut, berdasarkan temuan hasil pemeriksaan BPK tahun 2018. Dalam laporan BPK disebutkan bahwa terdapat utang transfer DBHP sebesar Rp71,7 miliar yang seharusnya disalurkan ke pemerintahan desa.

Utang DBHP sebesar Rp71,7 miliar ini terdiri dari utang tahun anggaran 2016-2017 sebesar Rp 47,3 miliar dan tahun anggaran 2018 sebesar Rp24,7 miliar.

Atas utang DBHP 2016-2017, Pemkab Purwakarta telah melakukan pembayaran pada tahun 2020 sebesar Rp3,3 miliar, dan tersisa Rp19,4 miliar.

Sedangkan untuk DBHP 2017 telah dibayar lunas dengan cara dicicil pada 2019. Adapun utang DBHP tahun 2018 dibayar pada September 2019 Rp 24,1 miliar.
Dikatakan Zaenal, pembayaran DBHP bersifat base on actual revenue, yaitu penyalurannya harus berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBHP harus dilakukan setelah berakhirnya tahun anggaran.

Aturan itu berdasarkan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat. 
“Tidak boleh diutang. Faktanya, DBHP 2016 dibayarkan pada 2020, dan DBHP 2017 dan 2018 dibayarkan pada 2019. Ini melanggar UU,” kata Zaenal.

Dia melanjutkan, yang harus diselidiki adalah ke mana aliran dana yang tidak terbayar itu. “Diduga terjadi malalokasi anggaran. Bisa jadi dananya dipakai untuk kebutuhan pembangunan daerah atau untuk kepentingan personal,” imbuhnya.

“Kalaupun dana itu digunakan untuk kepentingan masyarakat, harus melalui persetujuan tiga menteri, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN-RB dan Menteri Keuangan.

Ikhwal kasus DBHP yang saat ini ditangani Kejatai Jabar, Kepala Bagian Hukum Pemkab Purwakarta Suntama enggan memberikan komentar, “No comment” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.***

Editor : Iwan Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network