“Kami menghargai proses yang dilakukan teman-teman Kepala Sekolah SMA Swasta. Namun, kami memiliki cara sendiri, yakni dengan berdialog secara persuasif bersama pemerintah eksekutif maupun legislatif,” katanya.
FKKSMKS Purwakarta, lanjut Gilang, berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka ruang dialog yang lebih inklusif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk sekolah swasta. Mereka juga mendorong agar program PAPS tak sekadar menjadi kebijakan administratif, tapi menjadi gerakan kolektif yang menguatkan kolaborasi antara sekolah negeri dan swasta.
Tak hanya itu, Gilang juga meminta adanya alokasi anggaran khusus berupa hibah BPMU (Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Menengah Umum) bagi sekolah swasta yang menerima siswa dari kelompok masyarakat dalam desil 1 dan 2 berdasarkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
“Kami harap siswa yang belum mendapat sekolah didorong ke sekolah swasta terdekat. Swasta dan negeri sama-sama bagian dari sistem pendidikan nasional,” tegas Gilang.
Pernyataan ini sekaligus menjadi penegasan bahwa FKKSMKS Purwakarta memilih pendekatan kolaboratif dibanding konfrontatif dalam menyikapi kebijakan pendidikan dari Pemprov Jabar. FKKSMKS berharap langkah ini menjadi contoh bahwa kolaborasi yang sehat dapat menjadi solusi terbaik bagi tantangan pendidikan, terutama dalam upaya mencegah anak-anak putus sekolah di Jawa Barat. ***
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait