Sementara menurut Kuasa Hukum RS Bhakti Husada II Purwakarta, Henry Kurniawan, dugaan penggelapan yang dilakukan Maryati berawal saat kasus Covid-19 sedang tinggi, yakni Januari 2021 lalu.
Saat itu, kata Henry, pihak rumah sakit membutuhkan obat-obatan dalam jumlah yang banyak. Namun, pihak manajemen manajemen kesulitan memenuhinya dengan alasan kas minus.
"Di sisi lain, Maryati malah menunjukkan gaya hidup mewah. Di antaranya, membeli mobil baru, pelesiran ke luar negeri hingga sering menraktir teman-temannya," ungkap Henry.
Karena posisinya sebagai direktur keuangan, sambung Henry, Maryati dipercaya memegang token internet banking perusahaan. Maryati juga tercatat sudah jadi karyawan sejak 2016 lalu.
Dijelaskan Henry, pada April 2021, Maryati diberhentikan oleh perusahaan.
"Selanjutnya, pada Desember 2021, pihak manajemen RS Bhakti Husada melakukan audit. Ditemukan periode Januari - Oktober 2021 kerugian sebesar Rp1,8 miliar," ujarnya.
Atas temuan tersebut, kata Henry, pihak manajemen RS Bhakti Husada melaporkan Maryati ke Polres Purwakarta atas dugaan penggelepan. Selanjutnya, dilakukan penahanan terhadap Maryati oleh Polres Purwakarta pada 4 Juni 2022.
"Kasus dugaan penggelapan ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Purwakarta pada 2 Agustus 2022. Statusnya P21 tahap dua, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti," ujar Henry.
Diketahui hari ini merupakan sidang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor, sedangkan terdakwa jalani sidang secara virtual di lapas Purwakarta. Sidang di pimpin oleh hakim Darma Indo, dan didampingi Yudhi Kusuma dan diah Ayu.
Editor : Iwan Setiawan