PURWAKARTA, iNews.id - Lembaga legislatif (parlemen) Kabupaten Purwakarta melakukan kejahatan ketatanegaraan, lantaran sengaja menghadang dan memboikot Rapat Paripurna Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (PPA) tahun 2021.
Rapat Paripurna PPA yang deadlock mengakibatkan Purwakarta tak bisa mengadakan anggaran perubahan. Dengan demikian, pembangunan untuk kepentingan masyarakat dengan sendirinya terganggu.
Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam pertemuan para tokoh Purwakarta, Sabtu (17//9/2022). Diskusi digelar di rumah Kusmana Muhtar, mantan pengurus Partai Golkar, Kelurahan Cipaisan, Purwakarta.
Pertemuan dihadiri tiga unsur organisasi yakni Pemuda Pancasila (PP), Forum Masyarakat Purwakarta (Formata), dan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK). Hadir Pula mantan Ketua DPRD Purwakarta Sarip Hidayat.
Dewan Pakar Formata Memet Hamdan menengarai ada upaya penghadangan atau boikot untuk menggagalkan Rapat Paripurna PPA.
Rapat tak menelurkan hasil karena jumah anggota dewan yang hadir tak mencapai kuorum. Menurut perundang-undangan, rapat paripurna DPRD dikatakan sah apabila dihadiri setidaknya 2/3 atau 30 orang dari 45 anggota dewan. Faktanya, rapat hanya dihadiri 23 orang.
"Saya katakan ada upaya boikot, karena dua agenda rapat tak dihadiri 22 anggota dewan. Dua kali rapat, tak dihadiri oleh orang yang sama. Ini jelas sebuah kejahatan ketatanegaraan," tandas Memet.
"Padahal sebaiknya mereka hadir saja. Perkara setuju atau tidak, silakan kemukakan dalam forum rapat," imbuhnya.
Sementara itu mantan Ketua DPRD Purwakarta Sarip Hidayat menilai ada upaya pengondisian di dewan agar terjadi dua blok (kubu).
Sayangnya Sarip tak merinci siapa atau pihak mana yang menciptakan kondisi tersebut.
Menurutnya, masih ada waktu bagi Dewan untuk menggelar rapat paripurna PPA. "Namun saya ragu (rapat) akan digelar karena aroma politiknya sudah semakin kental," katanya.
Hal senada dilontarkan Ketua Formata Dedi Ahdiat. Menurutnya, jika masih memungkinkan, hendaknya rapat paripurna digelar.
"Jika program pembangunan tersendat, yang dirugikan masyarakat. Anggaran pembangunan, kan sebagian dari masyarakat juga, melalui pajak dan retribusi yang harus dibayar," ujar Dedi.*
Editor : Iwan Setiawan