Retribusi Rusunawa Tak Jelas, DPRD Purwakarta Dituding Tutup Mata

PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id - Kisruh pengelolaan sewa Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kabupaten Purwakarta terus bergulir panas. Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menuntut adanya regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) terkait retribusi Rusunawa hingga kini tak kunjung direalisasikan, meski sudah dua tahun berlalu.
Jamaludin, dari Bidang Pemerintahan Jaringan Masyarakat Madani (JMM), menyoroti lambannya respons pemerintah daerah dan DPRD terhadap rekomendasi tersebut.
“Saya sudah konfirmasi ke UPTD Rusunawa, katanya laporan sudah disampaikan. Tapi sampai hari ini, belum ada pembahasan soal Perda Retribusi. DPRD ngapain aja selama ini?” tegas Jamaludin, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, rekomendasi BPK yang diberikan sejak tahun 2023 bukan sekadar formalitas. Rekomendasi tersebut menuntut adanya dasar hukum jelas terkait retribusi Rusunawa. Tanpa regulasi tersebut, potensi penyimpangan kian terbuka.
“Ini baru soal rekomendasi. Belum lagi dugaan penyimpangan pengelolaan sewa Rusunawa yang sudah menimbulkan kerugian negara ratusan juta. Kok belum ada tindak lanjutnya juga?” tambahnya.
Saat dikonfirmasi, Wakil Ketua DPRD Purwakarta, Lutfhi Bamala justru mengarahkan wartawan untuk bertanya ke Komisi 2 DPRD yang membidangi urusan tersebut.
“Itu ranah Komisi 2, ketuanya Bu Devi,” ucap Lutfhi, Rabu (23/7/2025).
Sayangnya, Ketua Komisi 2 DPRD Purwakarta, Devi Mutiara Sari, tidak merespons saat dihubungi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dirilis BPK, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp230,8 juta terkait penggunaan pendapatan sewa Rusunawa selama tahun anggaran 2023. Dana tersebut digunakan untuk keperluan operasional, namun tidak didukung bukti pengeluaran yang lengkap.
Pendapatan dari sewa Rusunawa mencapai Rp147 juta dari Tower 1 dan Rp135 juta dari Tower 2. Dana ini digunakan untuk membayar listrik, keamanan, asuransi, hingga retribusi sampah. Namun pencatatan keuangan yang dilakukan oleh petugas hanya sebagian, bahkan di Tower 1 hanya ada data hingga Maret 2023.
Kepala UPTD Rusunawa, Wening Galih Pramudia, mengaku tak bisa bicara banyak. Ia baru menjabat sejak Juli 2024 dan menyebut kemungkinan adanya “miskomunikasi” terkait dasar temuan BPK.
“Sepertinya ini miskom. Karena penetapan tarif resmi pun belum ada. Tapi saya tak bisa berandai-andai, karena saya belum menjabat saat itu,” ujarnya, Senin (30/6/2025).
Galih juga menyebutkan bahwa sebagian iuran dikelola langsung oleh paguyuban warga Rusunawa, bukan oleh UPTD.
“Mereka punya paguyuban, seperti iuran warga pasar. Itu urusan mereka, di luar kami,” jelas Galih.
Namun demikian, pihaknya mengklaim sudah menindaklanjuti temuan BPK dengan melakukan proses appraisal tarif dan melaporkannya kembali ke BPK. ***
Editor : Iwan Setiawan