get app
inews
Aa Text
Read Next : KMP Tantang Narasi 'Gertakan': Kami Bergerak dengan Data dan Konstitusi!

KMP Soal Utang DBHP: Ada Rekayasa Narasi untuk Tutupi Pelanggaran Pengelolaan Keuangan

Minggu, 26 Oktober 2025 | 20:42 WIB
header img
Ketua KMP Zaenal Abidin masih saat mengunjungi Kantor Kementerian Keuangan. foto: dok KMP

PURWAKARTA, iNewsPurwakarta.id — Komunitas Madani Purwakarta (KMP) menilai narasi tentang utang Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) yang beredar di ruang publik berpotensi menjadi bentuk rekayasa hukum untuk menutupi dugaan pelanggaran serius dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Purwakarta.

Ketua KMP  Zaenal Abidin, menegaskan bahwa DBHP merupakan belanja wajib (mandatory spending) yang tunduk pada asas tahunan (annuality). Artinya, seluruh alokasi DBHP wajib disalurkan dalam tahun anggaran berjalan dan tidak bisa disebut sebagai hutang lintas tahun.

“Narasi utang DBHP itu menyesatkan publik dan secara hukum tidak berdasar. Siapa pun yang membingkai hal itu berpotensi turut serta dalam perbuatan melawan hukum,” tegas Zaenal, Minggu (26/10/2025).

Dikatakan Zaenal, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara KMP dan DPRD Kabupaten Purwakarta pada 29 Agustus 2025, terungkap sejumlah fakta penting. Tidak ditemukan kondisi luar biasa (force majeure) pada tahun 2016–2018 yang dapat dijadikan alasan sah untuk menunda penyaluran DBHP. 

Selain itu, DPRD tidak pernah memberikan izin untuk penundaan atau pengalihan alokasi DBHP, dan tidak ada mekanisme perubahan APBD yang ditempuh oleh pihak eksekutif.

Bagi KMP, fakta tersebut memperkuat dugaan bahwa penundaan DBHP tidak memiliki dasar hukum apa pun. 

Kondisi itu diduga memenuhi unsur penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta berpotensi melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 15 UU Tipikor mengenai perbuatan melawan hukum dan persekongkolan dalam tindak pidana korupsi.

KMP juga menemukan indikasi bahwa pembayaran DBHP dilakukan di luar tahun anggaran, diduga menggunakan dana tahun 2019 dan 2020 pada masa pemerintahan berikutnya. 

Tanpa bukti akuntansi yang sah terkait Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), praktik tersebut berpotensi menjadi bentuk penyimpangan pengelolaan keuangan daerah.

“Jika pembayaran DBHP dilakukan menggunakan anggaran tahun berikutnya tanpa dasar hukum yang jelas, maka ada dugaan penggunaan uang yang bukan peruntukannya,” ungkap Zaenal.

Temuan ini semakin menguat setelah Inspektorat Purwakarta tidak dapat menunjukkan bukti SP2D maupun bukti transfer atas klaim pembayaran DBHP yang disebut terjadi pada 2019–2020. KMP menilai kondisi itu menunjukkan adanya potensi kekacauan sistemik dalam tata kelola keuangan daerah.

Sebagai tindak lanjut, KMP telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) pada 24 Oktober 2025 di Jakarta. 

Surat bernomor 0212/KMP/PWK/X/2025 itu berisi tiga permintaan utama yakni klarifikasi apakah Kemenkeu pernah memberi izin penundaan DBHP lintas tahun, permintaan data transfer dan realisasi DBHP 2016–2018, serta penjelasan teknis mengenai mekanisme hukum penundaan bila memang terjadi kondisi luar biasa.

KMP menilai pernyataan Ketua DPRD Purwakarta dalam RDPU memperkuat dugaan tidak adanya izin resmi dari Kemenkeu. 

“Penundaan DBHP tanpa izin Kemenkeu adalah pelanggaran nyata. Tidak ada dasar hukum, tidak ada alasan sah, tidak ada perubahan anggaran. Maka diduga kuat uat ada pelanggaran hukum dalam struktur kebijakan fiskal daerah,” tegas Zaenal. 

Komunitas ini mendesak agar aparat penegak hukum segera memeriksa seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penyebaran narasi “utang DBHP” untuk memastikan kebenaran dan pertanggungjawaban hukum atas kebijakan tersebut.

“Kami percaya, di era pemerintahan Presiden Prabowo, semua orang sama di mata hukum. Tak ada kekuasaan yang kebal hukum. Siapa pun yang melanggar, harus diperiksa,” imbuhnya.

“Kasus DBHP ini tidak akan berhenti pada opini publik. Kasus ini akan diuji secara hukum, karena hanya hukum yang bisa mengembalikan keadilan fiskal bagi desa,” pungkas Zaenal Abidin.***

Editor : Iwan Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut