Kedua, kata Dedi, hari ini banyak pikiran seluruh problem bisa diselesaikan dengan tes akademik yang bersifat komputerisasi.
"Pertanyaan saya adalah apakah sopir setum itu hafal komputer? Apakah sopir truk bisa komputer? Jangankan komputer mereka pegang pensil 2b saja kadang gemetar. Sehingga mereka yang punya pengabdian jelas pada masyarakat, pengabdian yang jelas pada pekerjaan yang berpuluh-puluh tahun sampai kiamat tidak akan terangkat. Akibatnya di daerah lulusan ASN itu banyak tetapi tenaga yang dibutuhkan daerah tetap tidak ada yang isi. Tukang sapu tidak ada isi, sopir truk tidak ada yang isi, OB tidak ada yang isi, akhirnya nanti ASN numpuk di administrasi," beber Dedi.
Akibatnya kini postur anggaran lebih banyak terserap untuk tenaga administrasi. Hal tersebut bisa dilihat dari grafik anggaran yang hari ini habis oleh Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP). Sementara untuk anggaran pembangunan mengalami penurunan tajam.
"Sifat TPP itu orang kerja dan tidak kerja itu sama karena sifatnya administratif. Karena sifatnya administratif orang ngumpul di foto kemudian dipakai laporan untuk pimpinan lalu jadi uang. Akhirnya sifatnya administratif," ujarnya.
Ditambah lagi pengelompokan kepegawaian yang mengakibatkan disparitas penggajian. Misal sektor pertanian masuk kelompok dengan gaji rendah. Berbeda dengan honorer sekretariat daerah yang bertugas melayani pimpinan akan mendapat honor yang jauh lebih besar.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait