PURWAKARTA, iNews.id - Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan Nomor : 157.Pid.B/2022 dengan terdakwa Maryati, S.E., M.Ak Wakil Direktur Keuangan Rumah Sakit Bhakti Husada II Purwakarta kembali digelar, di Pengadilan Negeri Purwakarta, Selasa (30/8/2022).
Agenda sidang kali ini mendengar keterangan saksi pelapor yakni Direktur Rumah Sakit Bhakti Husada II Purwakarta dr. Revi Noviansyah.
Menurut Revi, kasus penggelapan ini terungksp, awalnya pihak rumah sakit melihat ada aliran dana yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit Bhakti Husada. Yakni ada aliran dana dari rekening rumah sakit ke rekening keluar diluar operasional rumah sakit.
Setelah dilakuian audit internal dan ditemukan aliran dana ke tiga rekening yang berbeda dan tidak diketahui identitasnya, ketiganya bukan merupakan karyawan atau bagian dari pihak pemilik perusahaan.
"Ada aliran dana keluar di luar operasional rumah sakit dengan ada tiga nama orang yang tidak kami ketahui (rekening), setelah kami audit setiap bulan ada aliran ke tiga rekening itu mulai dari 100-300 juta setiap bulan. Total kerugian mencapai 1,8 Milyar, sumber anggaran dari pendapatan rumah sakit, jaminan BPJS, umum dan PT, termasuk pelayanan pasien COVID-19," ujar Revy saat ditemui di depan kantor Pengadilan Negeri Purwakarta, Selasa (30/08/2022).
Dampak dari penggelqpan ini, disebutkan Revi, salah sarunya utang rumah sakit yang di pimpinnya bertambah. Selain itu, macetnya pembayaran BPJS Ketenagakerjaan hingga 18 bulan.
"Bukan hanya pemilik rumah sakit tapi kami sebagai karyawan pun dirugikan, salah satunya ada keterlambatan pembayaran hak-hak karyawan, dikarenakan tidak adanya Uang rumah sakit akibat terganggu, 220 karyawan terdampak pembayaran BPJS ketenagakerjaan yang terlambat, gaji perusahaan mengutamakan," paparnya.
Sementara menurut Kuasa Hukum RS Bhakti Husada II Purwakarta, Henry Kurniawan, dugaan penggelapan yang dilakukan Maryati berawal saat kasus Covid-19 sedang tinggi, yakni Januari 2021 lalu.
Saat itu, kata Henry, pihak rumah sakit membutuhkan obat-obatan dalam jumlah yang banyak. Namun, pihak manajemen manajemen kesulitan memenuhinya dengan alasan kas minus.
"Di sisi lain, Maryati malah menunjukkan gaya hidup mewah. Di antaranya, membeli mobil baru, pelesiran ke luar negeri hingga sering menraktir teman-temannya," ungkap Henry.
Karena posisinya sebagai direktur keuangan, sambung Henry, Maryati dipercaya memegang token internet banking perusahaan. Maryati juga tercatat sudah jadi karyawan sejak 2016 lalu.
Dijelaskan Henry, pada April 2021, Maryati diberhentikan oleh perusahaan.
"Selanjutnya, pada Desember 2021, pihak manajemen RS Bhakti Husada melakukan audit. Ditemukan periode Januari - Oktober 2021 kerugian sebesar Rp1,8 miliar," ujarnya.
Atas temuan tersebut, kata Henry, pihak manajemen RS Bhakti Husada melaporkan Maryati ke Polres Purwakarta atas dugaan penggelepan. Selanjutnya, dilakukan penahanan terhadap Maryati oleh Polres Purwakarta pada 4 Juni 2022.
"Kasus dugaan penggelapan ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Purwakarta pada 2 Agustus 2022. Statusnya P21 tahap dua, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti," ujar Henry.
Diketahui hari ini merupakan sidang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor, sedangkan terdakwa jalani sidang secara virtual di lapas Purwakarta. Sidang di pimpin oleh hakim Darma Indo, dan didampingi Yudhi Kusuma dan diah Ayu.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait