“Ini bisa mencakup kelalaian dalam melakukan pengecekan keaslian ijazah. Akibat hukumnya, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan administratif ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi. KPU bisa diminta untuk memperbaiki keputusan atau mencabut pencalonan,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika terbukti bahwa anggota KPU dengan sengaja meloloskan calon yang menggunakan ijazah palsu, dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana pemilu. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Ada pasal-pasal yang mengatur pemalsuan dokumen, serta aturan tentang penyelenggara pemilu yang menyalahgunakan wewenang. Anggota KPU yang terlibat bisa dijatuhi sanksi pidana, termasuk hukuman penjara atau denda,” imbuh Agus.
Agus melanjutkan, apabila saat mendaftar ke KPU terbukti menggunakan ijazah palsu, maka calon bisa dijerat dengan pasal pemalsuan dokumen sesuai dengan Pasal 263 KUHP.
“Jika KPU meloloskan calon tersebut tanpa melakukan verifikasi yang memadai, mereka dapat dianggap lalai atau bahkan turut berkontribusi dalam tindak pidana pemalsuan. Calon bisa dijerat pidana karena menggunakan dokumen palsu, dan KPU bisa diperiksa terkait dugaan kelalaian,” tandasnya.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait