Zaenal menyebut, DPRD Kabupaten Purwakarta telah menegaskan dalam rapat dengar pendapat pada 29 Agustus 2025 bahwa pada tahun 2016–2018 tidak ada kondisi luar biasa, baik bencana maupun krisis fiskal, yang dapat menjadi alasan penundaan transfer DBHP.
Dikatakan Zaenal, Ketua DPRD juga menyatakan tindakan Bupati saat itu menunda penyaluran dana bagi hasil adalah ilegal karena tidak melalui persetujuan DPRD.
Sementara itu, aktivis asal Bekasi, Iwan Supriyadi, menyoroti surat edaran Gubernur Jawa Barat tentang Rereongan Sapoe Sarebu yang dinilai serampangan dan tidak berdasar kajian ilmiah.
“Gubernur jangan menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan kebijakan. Kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, tingkat kemiskinan masih tinggi. Kalau seribu rupiah per hari dianggap ringan, itu menunjukkan cara pikir yang tidak berdasarkan realitas sosial,” ucap Iwan.
Ia menilai, rereongan sejatinya sudah menjadi kearifan lokal yang hidup di masyarakat Jawa Barat sejak lama tanpa perlu diatur oleh pemerintah.
Aktivis lain, Dodi Permana dari Bandung, menilai arah kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi justru mempersulit ekonomi rakyat. Ia menuding, kebijakan penertiban pedagang dan penutupan tambang rakyat membuat banyak warga kehilangan mata pencaharian.
“Rakyat kecil digusur, tapi pengusaha besar justru dibiarkan. Ini kebijakan yang tidak adil dan menimbulkan kecemburuan sosial,” ujarnya.
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait