Para kader partai, tak terkecuali kader senior, seperti manut layaknya kerbau dicocok hidung. Kalaupun ada yang tak sejalan dengan langkah DM, mereka memilih hengkang dari Golkar. Pilihan itu diambil, karena mereka tak akan betah jika tetap bercokol namun berkonfrontasi dengan DM.
Mereka yang memilih tetap bercokol, memilih mengikuti irama DM. Konsekuensinya, para kader (sekali pun yang senior) kalah pamor oleh Maulana yang sebenarnya sangat minim pengalaman.
Tak ada yang berani bersikap konfrontatif dengan Maulana yang di belakangnya ada DM. Orang Sunda bilang, pasti neunggar cadas.
Keberadaan DM di Pohon Beringin, membuat para kader tak mampu berekspresi, landai, dan stagnan. Kondisi ini tentu saja dinikmati oleh Maulana.
Saat itu dia menjalankan aji mumpung. Ya, mumpung ayahnya menjadi sosok yang dikultuskan. Mumpung ibu sambungnya sedang menjadi Bupati.
Dan akhirnya DM hengkang dari Golkar. Bukan sesuatu yang mengagetkan jika Maulana pun ikut hengkang. Karena masih 'bau kencur', dia harus mengekor ke manapun ayahnya berlabuh.
Editor : Iwan Setiawan