Jika Binzein adalah penerus kepemimpinan Dedi, maka Anne merupakan sosok antitesa dari Dedi Mulyadi. Dalam urusan politik memang Anne tak memperlihatkan sikap yang konfrontatif terhadap Dedi Mulyadi. Tapi dibanding Yadi dan Zaenal, Anne lebih mempunyai ketegasan sikap dalam berkompetisi dengan sosok yang disokong Dedi.
Maka boleh jadi Anne mendapat limpahan suara dari para pemilih yang antipati terhadap Dedi Mulyadi. Sisanya, akan dibagi untuk Yadi dan Zaenal.
Menambal Keretakan
Simbol perubahan ada pada sosok Yadi dan Zaenal. Namun demikian, bukan berarti kedua sosok ini harus dengan cara hantam kromo menyerang pelaku status quo. Bolehlah jika mereka menilai ada kondisi Purwakarta yang mesti diubah. Tapi, Yadi dan Zaenal juga mesti mengakui bahwa pada rezim Dedi dan Anne, banyak karya fundamental yang patut diacungi jempol.
Untuk menarik simpatik publik, idealnya Yadi dan Zaenal mesti kembali mengingat peribahasa ‘tak ada gading yang tak retak’. Nah, sebagai simbol dari perubahan, keduanya sebaiknya menawarkan gagasan realistis kepada publik untuk menambal keretakan-keretakan yang terjadi.
Sudah menjadi rahasia umum, banyak ditemukan keretakan di Kabupaten Purwakarta sepanjang rezim Dedi dan Anne. Soal sulitnya mendapat pekerjaan, pembangunan infrasruktur yang belum merata, reformasi birokrasi yang cuma slogan, atau maraknya ‘Bank Emok’ yang leluasa menjalankan praktik haramnya karena Pemkab Purwakarta terlalu permisif.
Sebagai simbol perubahan, Yadi dan Zaenal jangan hanya mengumbar narasi-narasi yang yang berkonotasi kontradiktif. Lebih dari itu, keduanya harus bisa meyakinkan publik bahwa Purwakarta akan lebih baik jika dipimpin oleh sosok yang mengusung perubahan. Caranya, ya dengan menawarkan gagasan yang inovatif, realistis, dan solutif.***
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi iNewsPurwakarta.id
Editor : Iwan Setiawan