DPRD juga tidak pernah memberikan izin penundaan atau pengalihan alokasi DBHP, dan tidak ditempuh mekanisme perubahan APBD untuk menunda atau mengalihkan alokasi DBHP tersebut.
“Dengan fakta-fakta tersebut, tidak disalurkannya DBHP 2016–2018 tidak memiliki dasar hukum dan melanggar prinsip akuntabilitas keuangan daerah,” kata Zaenal.
KMP menemukan fakta bahwa penyaluran sebagian DBHP 2016–2018 pada Tahun Anggaran 2019 dan 2020. “Dari sumber dana apa DBHP tersebut dibayarkan? Apakah terdapat SILPA khusus DBHP 2016–2018 di kas daerah?” imbuhnya.
Dikatakan Zaenal, apabila tidak terdapat bukti akuntansi berupa SILPA DBHP dalam kas daerah, maka penyaluran ulang DBHP lintas tahun tersebut patut dipertanyakan secara akuntabilitas fiskal.
Tindakan ini mengindikasikan adanya ketidaktertiban pengelolaan anggaran dan berpotensi menunjukkan bahwa DBHP 2016–2018 telah dialihkan untuk pos lain tanpa dasar hukum yang sah.
Dengan demikian, fenomena pembayaran ulang sebagian DBHP di luar tahun anggaran aslinya layak diaudit lebih lanjut untuk memastikan sumber dan legalitas penggunaan dananya.
KMP menilai tindakan menahan, mengalihkan, atau menyalurkan DBHP lintas tahun tanpa dasar hukum berpotensi melanggar Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik.
Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001): Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor: Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, dan Pasal 15 UU Tipikor: Percobaan atau permufakatan jahat melakukan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, ujarnya, tidak disalurkannya DBHP lintas tahun berpotensi sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi keuangan negara.
“DBHP bukan uang Pemkab, tapi hak keuangan desa. Tidak disalurkannya atau dialihkannya alokasi DBHP tanpa dasar hukum sama artinya dengan mengingkari asas keuangan negara,” tegas Zaenal.
Dia menegaskan bahwa tindakan tidak menyalurkan atau mengalihkan DBHP telah menggerus hak fiskal desa dan merusak prinsip pemerataan keuangan daerah.
Oleh karena itu, KMP akan segera melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) dan meminta audit investigatif menyeluruh atas aliran DBHP Purwakarta 2016–2018. Hingga berita disusun, iNewsPurwakarta belum berhasil meminta tanggapan dari pihak Pemkab Purwakarta.**
Editor : Iwan Setiawan
Artikel Terkait